KUNINGAN, (VOX) - Polemik Open Bidding (OB) Sekda yang tengah ramai dibicarakan dinilai hanya satu bagian kecil dari persoalan birokrasi di Kabupaten Kuningan. Ketua Umum HMI Cabang Kuningan, Eka Kasmarandana, menegaskan bahwa Kuningan membutuhkan revolusi mental birokrasi secara menyeluruh agar pemerintahan Dian–Tuti dapat berjalan optimal dan visi misi kampanye benar-benar terwujud.
Revolusi Mental Harus Dimulai Sekarang
Eka Kasmarandana, Ketua Umum HMI Cabang Kuningan, menyikapi kerja pemerintahan Dian–Tuti dengan menegaskan bahwa revolusi mental harus dilakukan dari sekarang. Hal ini penting untuk menunjang kinerja pemerintahan saat ini. Dengan begitu, visi misi yang digaungkan ketika kampanye bisa berjalan optimal sesuai skema.
OB Sekda Adalah Keharusan
Soal OB Sekda yang sekarang hangat diperbincangkan, menurut Eka bukan lagi soal tepat atau tidak untuk saat ini, melainkan sudah menjadi keharusan yang harus segera dilaksanakan oleh Pemda Kuningan. Apalagi, hal ini merupakan sikap tegas yang harus dilakukan oleh Pemda.
Walaupun di sisi lain sangat disayangkan, karena OB Sekda kemarin telah menguras anggaran cukup besar, yang pada akhirnya sia-sia, dan ini sangat tidak mencerminkan efisiensi.
Pro dan Kontra Jadi Wujud Kepedulian
Beberapa kalangan maupun aktivis Kuningan kemarin ramai ikut serta menanggapi prihal OB Sekda. Bahkan ada yang pro dan kontra. Bukan siapa yang benar atau yang salah, tapi ini menjadi bentuk perhatian kepedulian untuk Kabupaten Kuningan tercinta.
Namun, untuk saat ini hal yang perlu disikapi adalah bagaimana Pemda Kuningan, khususnya Bupati sebagai nahkoda, bisa menjelaskan dengan gamblang bahwa OB Sekda yang selanjutnya dapat lebih profesional, transparan, dan berdampak pada kemajuan Kuningan.
“Kita tinggal kawal apakah proses OB Sekda yang sekarang berjalan dengan baik, atau malah sebaliknya, dan sikap politis ini akan menjadi tolak ukur dalam menjalankan roda pemerintahan di Kabupaten Kuningan,” tegas Eka.
Bahkan ada sebuah quotes yang pernah disampaikan oleh Buya Hamka, yakni: “Puncak dari segala keberanian yaitu berani melakukan tindakan untuk menegakkan suatu bentuk keadilan meskipun tentang kepentingan pribadi.” Sikap ini harus ditunjukkan oleh Bupati saat ini. Jangan sampai terlihat abu-abu dalam mengambil sebuah keputusan.
Revolusi Mental Dimulai dari Birokrasi
Selanjutnya, yang paling penting adalah revolusi mental memang harus dimulai dari penyelenggara negara: politikus, penegak hukum, dan pejabat birokrasi. Karena itu, Eka menyatakan bahwa hal ini akan berfokus pada revolusi mental birokrasi dan mengurai persoalan dasar dalam model mental serta budaya birokrasi di Kuningan.
Mengapa revolusi mental birokrasi Kuningan harus dimulai dari sekarang? Karena birokrasi adalah alat negara yang sehari-hari menjalankan pelayanan, pemerintahan, dan pembangunan. Karena peran dan fungsinya, birokrasi akan jadi tolak ukur terdepan penampilan Pemda kepada rakyatnya.
Sikap mental birokrasi yang bersih dan melayani dengan profesional tentu akan meningkatkan kepercayaan masyarakat Kuningan kepada Pemkab Kuningan. Sebaliknya, jika birokrasi dipandang korup, pilih kasih, dan tak bisa diandalkan, akan muncul ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang sekarang.
Kepercayaan masyarakat kepada pemerintah sangat penting dan krusial dalam perubahan model mental masyarakat keseluruhan. Untuk melakukan revolusi mental birokrasi, harus diketahui dan dipahami terlebih dulu beberapa nilai dasar yang saat ini eksis dalam birokrasi di Kuningan.
Budaya Ego Sektoral di Tubuh Birokrasi
Kuningan adalah salah satu kabupaten yang para birokratnya amat mengedepankan kepentingan unit, instansi, dan sektornya. Mengapa ini bisa terjadi? Hal ini sebenarnya dipicu oleh manfaat yang bisa diterima pegawai dan kelompoknya dalam unit atau instansi dengan tetap bekerja secara sendiri.
Ada semacam kesulitan mengembangkan budaya berbagi informasi dan kewenangan dalam menjalankan tugas pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, karena setiap informasi dan kewenangan berarti hegemoni kekuasaan dan sumber penghasilan tambahan pegawai.
Menurut Eka, secara mental birokrasi, Kuningan harus segera dibenahi dari kelemahan sistem. Secara kolektif, hal ini mengganggu jalannya pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Berbagai upaya membangun akuntabilitas publik kerap sangat formal administratif, bukan dibangun atas kesadaran terhadap amanah dan tanggung jawab jabatan.
Rusaknya Nilai Budaya Kinerja
Eka juga mengatakan bahwa kejujuran, tanggung jawab, dan disiplin rusak oleh sikap mental dan sistem, serta belum terbangunnya nilai budaya kinerja. Banyak sekali program dan kegiatan yang diadakan birokrasi yang tak memiliki sasaran strategis, indikator kinerja, maupun target yang jelas.
Membangun nilai dasar keseluruhan model mental birokrasi itu, sesuai dengan penyebabnya, bersifat sistemik dan mengakar. Karena itu, perbaikan yang dilakukan harus menyentuh perubahan sistem dan nilai dasar. Pada prinsipnya, revolusi mental birokrasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam reformasi administrasi.
Perubahan Sistem Jadi Kunci
Eka juga mengatakan bahwa revolusi mental harus dilakukan melalui perubahan sistem. Perubahan ini ditujukan untuk membangun kompetisi dan keterbukaan dalam birokrasi Kuningan. Hal ini seharusnya bisa diterapkan ketika mutasi jabatan yang kemarin-kemarin sudah diselenggarakan.
Ditambah lagi, sosok Bupati Kuningan saat ini adalah hasil dari produk birokrasi, maka seharusnya beliau tahu bagaimana cara dan bersikap secara profesional dalam menjalankan segala kegiatan dan keputusannya, termasuk mutasi yang sudah dilakukan pada bulan-bulan kemarin harus bersifat objektif.
Tradisi senioritas maupun kepentingan politis dalam pengisian jabatan harus diubah dengan sistem promosi yang kompetitif dan terbuka berbasis kompetensi, sebagaimana mandat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Sistem manajemen kinerja harus diterapkan dari tingkat organisasi, unit, hingga tingkat individu, dengan indikator dan target kinerja yang jelas dan terukur.
Akan tetapi, yang sering terjadi dan bukan menjadi rahasia umum, rotasi serta mutasi jabatan di lingkup Pemkab Kuningan didasarkan pada kedekatan dan janji politik, bukan kualitas diri maupun hasil objektif dari pengujian yang dilakukan secara terpercaya.
Transparansi dan Teknologi Informasi
Keterbukaan informasi publik akan memaksa birokrasi transparan dan akuntabel. Teknologi informasi dan komunikasi akan membantu terbentuknya budaya berbagi data dan informasi di antara instansi pemerintah dalam pengambilan keputusan yang terjadi di jajaran Pemkab Kuningan.
Pengawasan Internal Tidak Boleh Dikesampingkan
Di akhir, Eka mengingatkan bahwa bukan hanya terselenggaranya OB Sekda dengan baik, tetapi revolusi mental juga harus didukung oleh sistem pengawasan internal pemerintah yang kuat. Tidak saja pengawasan terhadap kepatuhan hukum dan kinerja, tetapi juga terhadap kode etik, kode perilaku, dan integritas birokrat yang ada di Kuningan.
.Abu Azzam