KUNINGAN, (VOX) — Masyarakat Peduli Kuningan (MPK) menyampaikan peringatan keras kepada seluruh pemangku kebijakan atas krisis lingkungan dan kesehatan yang selama hampir lima tahun terakhir membelenggu warga Dusun 2 Wana Asih, Desa Randusari, Kecamatan Cibeureum, Kabupaten Kuningan.
Sebanyak 133 rumah berada dalam radius kurang dari satu kilometer dari saluran pembuangan utama Waduk Kuningan, bahkan sebagian rumah berada tepat di bibir saluran tersebut. Kondisi ini menempatkan masyarakat pada tingkat kerentanan tertinggi terhadap pencemaran udara, kebisingan, krisis air bersih, serta gangguan kesehatan seperti sesak napas, iritasi mata, dan tekanan psikis.
Yang sangat ironis, berdasarkan pengamatan teknis dan data yang dihimpun masyarakat, lebih dari 70% pemanfaatan air Waduk Kuningan dialirkan untuk kebutuhan irigasi dan distribusi air di Kabupaten Brebes dan wilayah luar Kuningan, sementara masyarakat Kuningan sendiri hanya memperoleh sebagian kecil manfaat langsung dari waduk tersebut. Di sisi lain, warga justru menanggung beban dampak ekologis secara langsung tanpa mekanisme perlindungan yang memadai.
Ini merupakan bentuk nyata ketimpangan ekologis dan ketidakadilan spasial, di mana sumber daya dikeruk demi kepentingan luar, sementara masyarakat lokal dibebani risiko lingkungan dan kesehatan.
BBWS Cimanuk-Cisanggarung, sebagai institusi pengelola, tidak dapat terus berlindung di balik logika fungsional teknis. Ketika sebuah sistem infrastruktur publik menciptakan penderitaan nyata bagi masyarakat sekitar, maka negara wajib hadir untuk melindungi warga, bukan sekadar mengelola sumber daya.
Berdasarkan temuan dan aspirasi masyarakat, MPK mendorong agar:
BBWS Cimanuk-Cisanggarung segera melakukan evaluasi teknis dan ekologis terhadap sistem pembuangan, serta menyusun strategi mitigasi dan perlindungan bagi permukiman terdampak.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kuningan melakukan investigasi kualitas udara dan air secara ilmiah, dengan hasil yang transparan dan dapat diakses publik.
Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan mengaktifkan layanan kesehatan tanggap darurat, serta menyelenggarakan pemantauan kesehatan jangka panjang bagi warga yang terdampak langsung.
Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) melakukan audit menyeluruh atas infrastruktur pembuangan, dan meninjau kembali tata ruang permukiman agar tidak lagi membahayakan keselamatan warga.
Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa Randusari segera menyusun dan menjalankan program relokasi bermartabat, berbasis musyawarah warga, dengan jaminan sosial dan infrastruktur dasar yang layak.
Selain itu, warga secara tegas menuntut relokasi dari wilayah yang telah terbukti mengancam keselamatan dan kesehatan mereka, sebagai bentuk hak atas lingkungan hidup yang aman dan sehat.
Yudi Setiadi, aktivis Masyarakat Peduli Kuningan (MPK), menegaskan:
“Situasi di Wana Asih tidak lagi bisa ditoleransi. Warga tidak hanya kehilangan akses terhadap udara dan air yang layak, tetapi juga hak atas rasa aman di lingkungan tempat tinggalnya. Kami menuntut negara untuk segera hadir, dan relokasi bukan lagi opsi jangka panjang, melainkan kebutuhan mendesak.”
MPK menegaskan bahwa hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah hak konstitusional setiap warga negara. Pembiaran terhadap pencemaran ini bukan hanya bentuk kelalaian administratif, tetapi juga pelanggaran terhadap keadilan sosial dan ekologis.
Kami mengajak seluruh elemen masyarakat, media, akademisi, serta pemangku kepentingan lainnya untuk mengawal isu ini bersama. Keadilan ekologis bukan sekadar wacana—ia harus diperjuangkan dalam tindakan nyata.
.Abu Azzam