Oleh: Dhika Purbaya (Ketua PMII Cabang Kuningan)
Kabupaten Kuningan, sebuah daerah dengan kekayaan alam yang mempesona dan potensi sumber daya manusia yang besar, kini berada di persimpangan jalan yang krusial. Di tengah dinamika pemerintahan pasca-kepemimpinan sebelumnya dan di bawah arahan seorang Penjabat (Pj) Bupati, sorotan publik tertuju pada satu posisi sentral yang akan menjadi motor penggerak roda birokrasi: jabatan Sekretaris Daerah (Sekda).
Sekda, Jantung Pemerintahan
Posisi Sekda bukan sekadar jabatan administratif tertinggi di lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN) daerah. Ia adalah jantung dari pemerintahan, seorang jenderal lapangan yang menerjemahkan visi-misi politik kepala daerah menjadi program kerja yang nyata, terukur, dan berdampak bagi masyarakat.
Oleh karena itu, proses seleksi terbuka (open bidding) ulang untuk jabatan ini menjadi lebih dari sekadar formalitas pengisian kekosongan. Ia adalah cerminan dari komitmen pemerintah daerah terhadap prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Harapan Masyarakat
Harapan seluruh elemen masyarakat Kuningan kini tertumpu pada proses ini: sebuah harapan agar seleksi kali ini tidak hanya berhasil memilih satu nama, tetapi juga berhasil meletakkan fondasi birokrasi yang lebih kuat, sehat, dan berorientasi pada pelayanan.
Untuk memahami betapa vitalnya proses seleksi ini, kita perlu menyelami kembali peran strategis seorang Sekda. Ia bertanggung jawab memastikan harmonisasi antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD), mengelola anggaran daerah secara efisien dan akuntabel, serta membina ribuan ASN agar bekerja secara profesional dan produktif.
Sekda sebagai Penasihat Utama
Lebih dari itu, Sekda adalah penasihat utama bagi kepala daerah dalam merumuskan kebijakan. Ia harus mampu memberikan pertimbangan teknis, yuridis, dan administratif yang matang, terlepas dari tekanan politik manapun.
Ia adalah jembatan yang menghubungkan ranah politik (Bupati dan DPRD) dengan ranah teknokratis (birokrasi). Ketika jembatan ini kokoh, kebijakan yang dihasilkan akan solid dan implementatif. Sebaliknya, jika jembatan ini rapuh karena proses pemilihannya cacat, maka seluruh bangunan pemerintahan berisiko goyah.
Prosedur yang Harus Tegak
Mengingat peran multifaset ini, harapan masyarakat sangatlah wajar. Mereka mendambakan seorang administrator ulung, pemimpin berintegritas, dan manajer yang teruji.
Proses open bidding ulang ini adalah gerbang utama untuk menemukan sosok tersebut, dan gerbang ini harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Harapan pertama dan paling mendasar adalah agar proses seleksi dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Kepatuhan terhadap regulasi, mulai dari Undang-Undang ASN, Peraturan Pemerintah, hingga PermenPAN-RB, bukanlah pilihan, melainkan kewajiban mutlak.
Pansel Kredibel dan Transparan
Elemen kunci dari proses yang prosedural di antaranya:
Panitia Seleksi (Pansel) yang Kredibel. Pansel harus diisi individu berintegritas, independen, serta kompeten.
Kriteria yang Jelas dan Terbuka. Standar penilaian harus transparan sejak awal.
Tahapan Seleksi yang Objektif. Dari administrasi hingga wawancara akhir harus profesional dan adil.
Transparansi bukan berarti mengumbar detail nilai, melainkan memberikan informasi memadai: siapa anggota Pansel, apa tahapan seleksi, dan bagaimana mekanisme penilaian secara umum.
Minim Polemik, Maksimal Kepercayaan
Salah satu harapan terbesar publik adalah agar seleksi ulang ini meminimalisir polemik. Kegaduhan politik hanya akan menguras energi produktif.
Untuk itu diperlukan:
Netralitas Pj Bupati. Menjaga jarak sama terhadap semua kandidat.
Ketegasan Pansel. Bertindak sebagai wasit yang adil.
Kedewasaan Kandidat. Berkompetisi sehat tanpa isu politis.
Profil Sekda Ideal
Sekda yang dicita-citakan publik adalah sosok yang:
Manajer Andal. Mampu mengelola APBD, ASN, dan aset daerah.
Pemimpin Visioner. Berpikir strategis dan mendorong inovasi birokrasi.
Komunikator Ulung. Mampu berhubungan dengan birokrasi, DPRD, dan masyarakat.
Figur Berintegritas. Bersih dari KKN dan menjadi teladan moral.
Selain itu, ia harus memahami konteks lokal Kuningan agar tidak menjadi pemimpin menara gading.
Tujuan Akhir: Masyarakat Terayomi
Pada akhirnya, Sekda yang lahir dari proses seleksi yang benar akan memiliki legitimasi kuat untuk memimpin birokrasi. Dengan demikian, pelayanan publik meningkat, kebijakan pro-rakyat berjalan tepat sasaran, dan pemerintahan menjadi responsif.
Inilah wujud nyata dari masyarakat yang terayomi—merasakan kehadiran negara dalam kehidupan sehari-hari.
Momentum Emas Birokrasi Kuningan
Harapan lahirnya Sekda ideal melalui proses seleksi bersih adalah panggilan kolektif:
Pansel bekerja dengan profesionalisme tertinggi.
Pj Bupati bersikap negarawan.
Kandidat berkompetisi ksatria.
Masyarakat dan media mengawal secara kritis namun konstruktif.
“Open bidding ulang ini adalah momentum emas bagi Kabupaten Kuningan. Jika dijalankan dengan benar, Kuningan bukan hanya mendapatkan seorang Sekda baru, tetapi juga menanam benih harapan baru bagi terwujudnya pemerintahan yang melayani,” tutup Dhika Purbaya.
.Abu Azzam