Post ADS 1
Post ADS 1

Bagaimana Nasib Anggota Dewan Pemilik Dapur MBG Pasca Surat Himbauan DPRD


KUNINGAN, (VOX) - Surat bernomor 172/782/DPRD yang ditandatangani Ketua DPRD Kabupaten Kuningan Ruzul Rachdy, SE pada 3 September 2025 menjadi pukulan telak bagi sejumlah anggota dewan yang selama ini diduga memiliki keterlibatan dalam proyek Makan Bergizi Gratis MBG. Surat tersebut dengan tegas merujuk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang melarang anggota DPRD mengelola atau terlibat dalam badan usaha dan proyek dengan anggaran yang bersumber dari APBN maupun APBD.


Surat Tegas yang Mengguncang Internal DPRD


Keluarnya surat ini menegaskan bahwa keterlibatan anggota dewan dalam dapur MBG bukan sekadar gosip politik melainkan persoalan serius yang berpotensi melanggar hukum dan etika kedewanan. Himbauan agar para anggota dewan segera melepaskan keterlibatan menjadi ultimatum halus berhenti sekarang atau siap berhadapan dengan konsekuensi.


Publik menilai langkah ini sekaligus membuka tabir konflik kepentingan yang sudah lama menjadi gunjingan. Di satu sisi DPRD berfungsi sebagai pengawas anggaran namun di sisi lain justru ikut bermain dalam proyek yang diawasi. Kontradiksi ini menjadikan DPRD Kuningan berada dalam sorotan tajam.


Bagi sebagian anggota dewan surat ini bisa menjadi penanda awal dari badai besar. Mereka dipaksa menghadapi kenyataan bahwa ruang abu-abu yang selama ini mereka manfaatkan kini resmi disorot secara kelembagaan.



Tekanan Publik dan Krisis Legitimasi


Para pemilik dapur MBG kini berhadapan dengan risiko kehilangan legitimasi politik. Jika tetap bertahan mereka akan mudah dituding melanggar aturan dan mengabaikan etika. Jika mundur mereka harus rela kehilangan keuntungan finansial dari proyek yang selama ini menopang kepentingan pribadi.


Ironi ini semakin mencolok di tengah kebijakan pemotongan TPP ASN sebesar 20 sampai 30 persen. Rakyat dipaksa berhemat sementara sebagian wakil rakyat justru menikmati keuntungan dari proyek bantuan pangan. Kesenjangan moral inilah yang membuat kritik publik semakin menguat.


Kondisi ini juga berpotensi menimbulkan gejolak sosial. Tekanan yang awalnya muncul dalam bentuk opini bisa berubah menjadi aksi massa apalagi jika masyarakat merasa wakilnya lebih sibuk berbisnis ketimbang memperjuangkan kepentingan rakyat.


Jalan Sulit Bertahan atau Melepaskan


Pilihan bagi para anggota DPRD pemilik dapur MBG semakin sempit. Bertahan berarti mempertaruhkan masa depan politik dan membuka peluang sanksi etik hukum bahkan kehilangan kursi pada pemilu mendatang. Mundur berarti menyelamatkan marwah lembaga sekaligus menghindari gelombang krisis yang lebih dalam.


Bagi lembaga pengawas surat ini menjadi pintu masuk untuk menindaklanjuti indikasi konflik kepentingan. Aparat penegak hukum maupun badan etik DPRD kini memiliki dasar yang jelas untuk menelusuri dugaan penyalahgunaan kewenangan.


Sejarah politik di Kuningan akan mencatat pilihan mereka apakah memilih integritas lembaga atau tetap bertahan dalam pusaran kepentingan ekonomi pribadi. Pada momen genting seperti ini yang dipertaruhkan bukan hanya nama baik perorangan melainkan juga martabat DPRD sebagai institusi.


.Red

banner