KUNINGAN, (VOX) – Awalnya hanya sebuah insiden spontan di Pasar Kepuh, Kelurahan Kuningan, Kecamatan Kuningan, ketika seorang warga berinisial F membubarkan aktivitas sekelompok orang yang diduga bagian dari komunitas LGBT. Namun video pembubaran itu viral, memicu perdebatan, memanaskan emosi warga, hingga memunculkan gelombang desakan kepada pemerintah daerah untuk bertindak tegas.
Bagi F, aksinya bukanlah sebuah rencana, melainkan respons spontan terhadap situasi yang ia nilai mengganggu ketertiban dan nilai-nilai sosial. Namun sejak video aksinya tersebar di media sosial, justru muncul ancaman dari pihak yang diduga anggota komunitas LGBT—baik di kolom komentar maupun pesan pribadi. Bahkan ada indikasi rencana melaporkan F ke pihak berwajib.
“Awalnya ini reaksi spontan warga karena merasa ada gangguan terhadap ketertiban dan nilai-nilai lokal. Tapi setelah muncul ancaman terhadap yang bersangkutan (F), ini bukti keberadaan komunitas ini makin berani menantang masyarakat,” ujar Luqman Maulana, Sekretaris Forum Masyarakat Peduli Kemanusiaan (FMPK).
Bagi sebagian warga, ancaman tersebut dianggap sebagai “batu pemantik” yang justru menguatkan keyakinan bahwa Pemda tak boleh diam.
Bupati Kuningan Dian Rahmat Yanuar, menyatakan keprihatinannya terhadap maraknya aktivitas komunitas LGBT di ruang publik. Pernyataan ini segera mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari organisasi keagamaan hingga paguyuban seni-budaya.
Namun dukungan tersebut disertai tuntutan agar langkah pemerintah tidak berhenti di level retorika. Masyarakat menuntut program konkret yang melibatkan publik secara aktif namun tetap dalam koridor hukum.
“Statement Bupati penting, tapi rakyat menunggu langkah nyata. Program apa yang akan dijalankan, bagaimana pengawasannya, dan sejauh mana masyarakat bisa dilibatkan tanpa takut dianggap bertindak sendiri? Itu yang kami tunggu,” kata H. Andi Budiman, Koordinator Aliansi Persaudaraan Islam Kuningan (APIK).
Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan Satpol PP sebelumnya sudah memaparkan kondisi faktual perkembangan LGBT di Kuningan yang dinilai semakin memprihatinkan. Fakta itu kini dijadikan dasar bagi masyarakat untuk menuntut realisasi langkah preventif, penindakan, dan rehabilitasi sosial.
“Kalau data dan faktanya sudah diakui, harusnya langkah preventif dan penindakan segera jalan. Jangan sampai masyarakat yang harus turun tangan sendiri,” tegas Toto Suripto, Ketua Perguruan Pencak Silat Bima Suci.
Keresahan Baru: Aktivitas di Palutungan dan Awirarangan
Keresahan warga semakin memuncak setelah beredar video aktivitas komunitas LGBT di sebuah kafe kawasan wisata Palutungan. Informasi warga menyebut, setiap malam Sabtu dan Minggu, kelompok ini mengekspresikan keberadaannya di kafe tersebut. Fenomena serupa juga dilaporkan terjadi di sebuah kafe baru di wilayah Awirarangan.
Lokasi-lokasi ini dinilai rawan karena ramai dikunjungi anak muda, termasuk pelajar. Warga khawatir ada dampak penularan pola hidup yang bertentangan dengan norma sosial dan agama.
Situasi ini menempatkan Pemda Kuningan pada posisi sulit. Di satu sisi, ada kewajiban menjaga ketertiban umum dan melindungi generasi muda. Di sisi lain, ada batasan hukum yang harus dipatuhi untuk menghindari pelanggaran hak asasi.
Menyikapi situasi sensitif dan rawan konflik ini, Inisiator Gerakan KITA Ikhsan Marzuki menawarkan beberapa usulan yang diharapkan bisa menjadi masukan bagi Pemda dalam merumuskan kebijakan program aksinya.
"Pertama, Pemda bisa membentuk Satgas Pengawasan Ruang Publik yang melibatkan unsur masyarakat, tokoh agama, dan aparat. Langkah ini bisa menjadi wadah bersama. Kedua, Pemda perlu segera menyiapkan program edukasi berbasis keluarga dan sekolah tentang nilai-nilai sosial dan bahaya perilaku menyimpang. Ketiga, pengawasan ketat tempat hiburan malam yang berpotensi menjadi titik kumpul komunitas LGBT. Keempat, layanan konseling dan rehabilitasi sosial bagi individu yang ingin kembali ke jalur sesuai norma agama dan budaya," papar Ikhsan menjelaskan perlunya rencana aksi yang bisa segera dieksekusi.
Mengawal dari Akar Rumput
Bagi Luqman Maulana, bola kini ada di tangan Pemda. “Kalau Pemda tidak segera turun tangan, masyarakat akan kehilangan kepercayaan. Kalau itu terjadi, konflik sosial yang lebih besar bisa sulit dihindari,” ujarnya.
H. Andi Budiman menambahkan, “Isu ini bukan sekadar moral, tapi juga tentang arah generasi kita. Kalau tidak ada ketegasan, kita akan menyesal di kemudian hari.”
Sementara Toto Suripto menutup dengan peringatan, “Masyarakat sudah siap membantu pemerintah, tapi jangan biarkan mereka bergerak sendiri. Kalau rakyat jalapn sendiri, yang rugi kita semua.”
.Abu Azzam