KUNINGAN, (VOX) — Kasus tanda tangan palsu yang menimpa Ibu Sopiah kini kian mencengangkan setelah terungkap adanya dugaan pemalsuan KTP dalam proses agunan sertifikat tanah miliknya. Fakta mengejutkan itu muncul ketika tim Voxpopuli melakukan penelusuran ke pihak bank.
Hasil komunikasi dengan pihak bank menunjukkan bahwa KTP yang dipakai untuk mengagunkan sertifikat tersebut memang KTP asli atas nama Ibu Astri, namun foto dan tanda tangannya telah diganti dengan milik istri sah terduga perangkat desa Mancagar, yang diduga kuat menjadi tokoh utama dalam kasus ini.
BPN Kuningan Bungkam
Sebelumnya, tim Voxpopuli bersama rekan media lainnya juga mendatangi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kuningan untuk mencari kejelasan terkait PPAT yang memproses balik nama sertifikat tersebut. Namun, pertemuan dengan Bu Maya dari bagian sengketa tak menghasilkan jawaban. “BPN seolah diam seribu bahasa, padahal mereka lembaga negara yang terikat UU Keterbukaan Informasi Publik,” ujar salah seorang awak media yang ikut ke lokasi.
PKBH FH UNIKU Turun Tangan
Tak kunjung menemukan titik terang, Ibu Sopiah akhirnya mendatangi Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH) Fakultas Hukum Universitas Kuningan (FH UNIKU). Ia diterima oleh Yani Andriyani, M.H., anggota PKBH yang juga satu desa dengan korban.
“Karena satu warga dengan saya, saya bantu dari sisi pertimbangan hukum seperti apa. Intinya, setiap orang yang meminta bantuan ke kami pasti dibantu, entah konsultasi, pertimbangan hukum, atau pendampingan hukum,” kata Yani.
Ketua PKBH sendiri, yang berhalangan hadir, telah menyampaikan keputusan penting: PKBH memberi kesempatan kepada perangkat desa untuk menunjukkan itikad baik sesuai surat perjanjian yang telah disepakati hingga 30 September 2025. Jika hingga tenggat tersebut tidak ada penyelesaian atau terjadi wanprestasi, PKBH membuka opsi untuk melanjutkan perkara ke jalur hukum, termasuk langkah pidana dan perdata.
Harapan Korban
Ibu Sopiah berharap kehadiran PKBH dan peran media mampu membuka jalan bagi pengembalian sertifikat tanahnya serta menghukum para pelaku. “Harapan kami sederhana: sertifikat kembali, dan mereka yang terlibat dihukum sesuai hukum yang berlaku,” tegasnya.
Kasus ini kini bukan hanya soal tanda tangan palsu, melainkan dugaan pemalsuan dokumen negara berupa KTP, yang berimplikasi pidana serius. Publik menanti itikad baik dari pihak yang diduga terlibat dan langkah tegas aparat penegak hukum bila kesepakatan tak dipenuhi.
(FW)