KUNINGAN, (VOX) – Polemik pembatalan hasil Open Bidding (OB) Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kuningan Tahun 2024 masih menyisakan tanda tanya besar di tengah masyarakat. Pasalnya, proses panjang yang sejak awal digadang sebagai wujud meritokrasi justru kandas di tengah jalan.
Pengamat kebijakan publik asal Kuningan, Iman Royani, menilai langkah tersebut berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem seleksi terbuka.
“Kalau hasil OB 2024 yang sah saja bisa dibatalkan, wajar publik bertanya-tanya. Apa jaminannya OB 2025 tidak akan bernasib sama? Jangan sampai OB hanya sekadar formalitas untuk meloloskan figur yang sudah dipersiapkan,” tegasnya kepada vox, Minggu (17/8/2025).
Analogi "Suami Istri" Picu Tafsir Publik
Iman juga menyoroti pernyataan Bupati Kuningan, Dian Rachmat Yanuar, yang menyebut hubungan Bupati dan Sekda ibarat “suami istri”. Menurutnya, analogi itu bisa menimbulkan tafsir keliru di ruang publik.
“Sekda itu jabatan birokrasi, bukan soal chemistry personal. Pernyataan Bupati bisa dibaca publik sebagai sinyal adanya ‘sekda idaman’ yang sejak awal sudah dipersiapkan. Ini berbahaya, karena mengaburkan esensi profesionalitas,” ujarnya.
Iman menegaskan, hubungan kerja Bupati dan Sekda harus dibangun atas dasar aturan, integritas, dan kompetensi, bukan atas dasar selera atau loyalitas politik semata.
Risiko Hilangnya Meritokrasi
Lebih lanjut, Iman Royani mengingatkan bahwa open bidding lahir dari semangat reformasi birokrasi. Tujuannya jelas: agar jabatan strategis diisi oleh pejabat yang profesional, bukan karena faktor like and dislike.
“Kalau hasil OB bisa dipatahkan begitu saja, maka merit system hilang maknanya. Yang rugi bukan hanya ASN, tapi juga masyarakat, karena birokrasi akan kehilangan netralitas,” tambahnya.
Menurutnya, publik berhak curiga jika hasil OB 2024 dibatalkan hanya karena tiga nama yang muncul dianggap tidak sesuai ekspektasi. “Kalau memang begitu, berarti OB 2025 hanya tinggal mencari panggung legalisasi untuk sekda idaman,” ujarnya.
Desak Transparansi Total
Iman mendesak agar proses OB 2025 dijalankan secara transparan dan akuntabel, tanpa intervensi politik yang bisa menelikung prinsip meritokrasi.
“Kalau OB 2025 benar-benar sehat, buktikan dengan proses terbuka dan hasil yang bisa dipertanggungjawabkan. Jangan sampai masyarakat menganggap ini sandiwara birokrasi,” pungkasnya.
.Abu Azzam