Post ADS 1
Post ADS 1

Kasus Keracunan di SMAN 1 Luragung, PMII Kuningan: Tamparan Keras bagi Program MBG


KUNINGAN, (VOX) – Kasus dugaan keracunan yang menimpa sejumlah siswa di SMAN 1 Luragung menjadi tamparan keras terhadap pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Kuningan. Program yang sejatinya bertujuan meningkatkan gizi dan kesehatan peserta didik, justru menimbulkan keresahan publik dan memperlihatkan lemahnya sistem pengawasan di lapangan.


Calon Ketua Cabang PMII Kuningan, Rizal Nurfahrozy, menilai bahwa insiden tersebut seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah daerah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh aspek pelaksanaan MBG, mulai dari pengawasan teknis hingga tata kelola keuangan.


“Program MBG jangan sampai menjadi proyek yang hanya menguntungkan segelintir pihak. Ini soal keselamatan anak-anak dan masa depan generasi kita,” tegas Rizal dalam keterangannya, Rabu (8/10/2025).


Menurutnya, terdapat sejumlah poin penting yang harus segera dibenahi:


Pertama, pengawasan terhadap peran dan tanggung jawab SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi).

SPPG semestinya menjadi garda terdepan dalam memastikan seluruh proses penyediaan makanan, mulai dari pengadaan bahan, pengolahan, hingga distribusi, berjalan sesuai dengan standar kesehatan dan keselamatan pangan. Lemahnya kontrol di lapangan menunjukkan perlunya pembenahan mendasar dalam sistem kerja serta mekanisme pengawasan SPPG di setiap wilayah.


Kedua, dugaan praktik monopoli dalam pengadaan bahan makanan MBG.

Rizal menilai perlu dilakukan penyelidikan terhadap indikasi monopoli oleh pihak tertentu dalam pengadaan bahan baku. “Program ini seharusnya menumbuhkan ekonomi masyarakat lokal, bukan mematikan pelaku usaha kecil atau memperkaya mereka yang memiliki akses politik dan ekonomi,” ujarnya.


Ketiga, pengawasan terhadap SOP dapur, aliran dana, dan kualitas makanan.

Ditemukannya makanan yang tidak sesuai ketentuan memperlihatkan lemahnya penerapan standar operasional serta adanya potensi penyimpangan dalam pengelolaan dana. “Ini bukan sekadar kelalaian administratif, tetapi bentuk nyata pengabaian terhadap keselamatan peserta didik,” kata Rizal.


Keempat, peran DPRD dan pejabat publik.

Rizal menekankan pentingnya DPRD menjalankan fungsi pengawasan secara transparan dan objektif. “Terlebih bagi anggota dewan yang memiliki dapur penyedia MBG, mereka harus menjadi teladan dalam pengelolaan yang bersih, sehat, dan akuntabel,” tegasnya.


Kelima, audit dan evaluasi menyeluruh terhadap dapur MBG di Kabupaten Kuningan.

Ia meminta pemerintah daerah membuka hasil audit dan evaluasi secara publik agar masyarakat mengetahui efektivitas program. Audit tersebut harus mencakup aspek keuangan, kualitas bahan makanan, distribusi, serta kelayakan dapur produksi.


Keenam, pelibatan lembaga independen.

PMII Kuningan mendorong agar akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan lembaga pemerhati gizi dilibatkan dalam proses pengawasan. “Pengawasan internal saja tidak cukup. Kami masih menemukan temuan lapangan mulai dari pengadaan bahan yang tidak sesuai, makanan basi, hingga keterlambatan distribusi,” ungkapnya.


Rizal menegaskan bahwa program MBG tidak boleh dijadikan ladang keuntungan bagi pihak tertentu. “Tujuan utama program ini adalah membangun generasi yang sehat, cerdas, dan berintegritas. Maka transparansi, akuntabilitas, dan kejujuran harus menjadi fondasi utama pelaksanaannya,” tutupnya.


.RedVox

banner