Transparansi Dana BOS Jadi Sorotan, Gerakan KITA Dorong Pemasangan Baliho di Sekolah-Sekolah Kuningan


KUNINGAN, (Vox) – Kucuran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk jenjang SMP di Kabupaten Kuningan mencapai angka fantastis. Berdasarkan data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Kuningan, sebanyak 9 dari 117 SMP tercatat menerima lebih dari Rp1 miliar dana BOS Reguler pada tahun anggaran 2024.Besarnya dana yang diterima sekolah ini pun menjadi sorotan.

Kepala Bidang Pembinaan SMP Disdikbud Kuningan, H. Abidin, menegaskan pentingnya transparansi dalam pengelolaan dana publik tersebut. Ia menyarankan agar setiap sekolah tak hanya memasang rincian penggunaan dana di papan pengumuman, tetapi juga membuat baliho besar yang mudah diakses publik.

“Transparansi bukan hanya kewajiban administratif, tetapi langkah membangun kepercayaan masyarakat terhadap sekolah,” ungkapnya.

Dorongan transparansi ini mendapat dukungan dari Gerakan KITA, komunitas masyarakat sipil yang konsen pada pengawasan tata kelola publik. Penggagasnya, Ikhsan Marzuki, menilai publik harus diberi akses penuh atas informasi penggunaan dana BOS.

“Ini uang rakyat. Harus bisa diawasi oleh rakyat. Jangan ada ruang gelap dalam pengelolaan dana pendidikan,” ujar Ikhsan.

Menurutnya, transparansi bukan sebatas imbauan moral, melainkan merupakan mandat dari sejumlah regulasi, seperti Permendikbudristek No. 63 Tahun 2022, Permendagri No. 20 Tahun 2018, hingga Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik No. 14 Tahun 2008. Ikhsan menilai, pemasangan baliho transparansi di depan sekolah dapat menjadi instrumen perlindungan.

“Sekolah yang terbuka akan lebih kuat menghadapi tekanan dari oknum-oknum yang mengatasnamakan pengawasan, padahal justru menimbulkan tekanan tak berdasar,” jelasnya.

Lebih jauh, Gerakan KITA mendorong agar Disdikbud menerbitkan surat edaran resmi yang mewajibkan semua SMP mempublikasikan pengelolaan dana BOS secara visual dan informatif, mengikuti model transparansi yang telah berjalan di tingkat desa dalam penggunaan dana desa.

“Sekolah perlu kepastian hukum untuk bisa berkata ‘tidak’ pada permintaan tak wajar. Surat edaran itu bisa menjadi tameng,” tambah Ikhsan.

Tak hanya itu, ia juga menyarankan agar sistem reward dan punishment diterapkan dalam tata kelola BOS. Sekolah yang transparan bisa diberikan insentif seperti tambahan dana, studi banding, atau penghargaan integritas. Sementara yang abai terhadap keterbukaan bisa diberi teguran hingga pembekuan dana.

“Kalau mau pendidikan kita maju, maka tata kelolanya juga harus maju. Keterbukaan adalah fondasi integritas. Jika Kuningan berani memelopori ini, maka Kuningan bisa jadi contoh nasional,” tandasnya. ***