Pembatalan Hasil Seleksi Sekda Kuningan Disorot: LSM Frontal Bongkar Dugaan Kepentingan Politik dan Krisis Etika Pemerintahan
Juni 10, 2025
KUNINGAN, (VOX) – Keputusan mengejutkan datang dari Bupati Kuningan, Dr. H. Dian Rachmat Yanuar, yang membatalkan hasil seleksi terbuka jabatan Sekretaris Daerah (Sekda). Kebijakan ini bukan hanya menuai pertanyaan, tapi juga gelombang kritik tajam dari masyarakat sipil, khususnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Frontal.
Ketua LSM Frontal, Uha Juhana, menyebut pembatalan hasil seleksi sebagai tindakan yang tidak hanya melukai akal sehat birokrasi, tapi juga membuka dugaan kuat adanya kompromi politik pasca Pilkada. Ia mempertanyakan mengapa proses yang telah melalui tahapan resmi disetujui oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bisa dibatalkan begitu saja tanpa penjelasan transparan kepada publik.
“Seleksi dilakukan dengan biaya hampir Rp 400 juta dari APBD, melibatkan panitia independen, dan hasilnya sudah ada. Tapi tiba-tiba dibatalkan tanpa alasan logis. Ini bukan sekedar pemborosan, tapi penghinaan terhadap mekanisme pemerintahan yang sah,” ujar Uha, Selasa (10/6/2025).
LSM Frontal menilai keputusan ini sangat berisiko merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem birokrasi dan etika pelayanan publik. Terlebih, situasi diperparah dengan kembalinya pejabat lama sebagai Pelaksana Harian (Plh) Sekda, yang masa tugasnya secara aturan sudah tidak relevan lagi.
“Plh itu ditunjuk dalam keadaan darurat sementara. Tapi jika jabatan definitif sengaja dikosongkan demi mempertahankan status quo, ini sudah menyalahi norma hukum. Pemerintahan berjalan tanpa arah, seolah dikendalikan oleh kepentingan sempit, bukan rakyat,” tambahnya.
Menurut Uha, kekosongan posisi Sekda bukan sekadar masalah administratif, tapi bisa mengganggu pengambilan kebijakan strategis, termasuk pengisian jabatan eselon, penyusunan APBD 2025, hingga pelayanan publik lintas sektor.
LSM Frontal menyebut kasus ini sebagai preseden buruk bagi tata kelola pemerintahan daerah. Selain potensi kerugian anggaran, tindakan tersebut dianggap sebagai bentuk pengingkaran terhadap semangat reformasi birokrasi dan amanat demokrasi.
“Jika benar ini bagian dari politik balas budi atau kompromi Pilkada, maka itu adalah pengkhianatan terhadap rakyat. Kami tidak akan diam. Kami akan terus memantau, menggali informasi, dan membuka setiap celah penyimpangan,” tegas Uha menutup pernyataannya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan terbuka dari pihak Pemerintah Kabupaten Kuningan mengenai alasan resmi pembatalan hasil seleksi Sekda. Masyarakat menunggu kejelasan dan langkah korektif agar krisis kepercayaan ini tidak terus memburuk./Red