Elon Carlan Jadi Staf Ahli, Mohon Bupati Kuningan Pertimbangkan Sisi Kemanusiaan
Juli 11, 2025
KUNINGAN, (VOX) - Proses mutasi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kuningan yang kini akan memasuki tahap kedua menjadi sorotan kami dari LSM Frontal selaku pemerhati kebijakan publik dan pegiat tata kelola pemerintahan. Salah satu yang mengemuka adalah bergesernya Dr. Elon Carlan, M.Pd.I., sosok pejabat inspiratif yang saat ini masih menjabat sebagai Kepala Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar).
Rencana pergeseran Elon ke posisi Staf Ahli Bupati dinilai banyak pihak sebagai kebijakan yang patut dipertanyakan, mengingat profil dan capaian kerja Elon yang tidak biasa, dan dalam banyak aspek justru melampaui ekspektasi publik.
Lahir di Kuningan dari keluarga sederhana dan mengalami kebutaan sejak usia dini akibat gangguan saraf mata, Elon Carlan telah menunjukkan ketangguhan mental dan spiritual luar biasa dalam perjalanan hidupnya. Ia menyelesaikan pendidikan dasar hingga menengah di sekolah luar biasa (SLB) dan melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang perguruan tinggi secara mandiri.
Gelar sarjana pendidikan Islam ia peroleh dari Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Hikmah Jakarta. Tidak berhenti di situ, Elon kemudian menyelesaikan studi magister di Institut PTIQ Jakarta, dan akhirnya meraih gelar doktor di Universitas Ibn Khaldun, Bogor, dalam bidang Manajemen Pendidikan Islam.
Tak sekadar berprestasi dalam bidang akademik, di tengah keterbatasan fisik karier Elon di birokrasi juga berkembang secara bertahap dan penuh tantangan. Ia memulai pengabdian di lingkungan Kementerian Agama, kemudian menyeberang ke jalur struktural pada Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan, hingga bisa menduduki jabatan kepala dinas yang oleh sebagian orang itu bahkan dianggap mustahil bisa dicapai.
Sejak awal, Elon menjadikan keterbatasannya sebagai kekuatan. Ia membuktikan bahwa kerja keras, loyalitas, dan dedikasi tak mengenal batas fisik. Sebagai ASN, ia membangun reputasi sebagai birokrat yang solutif, berpikir strategis, dekat dengan semua kalangan, dan sangat humanis dalam pendekatan kerja.
Di bidang pendidikan inklusif, Elon dikenal sebagai penggagas lahirnya delapan Sekolah Luar Biasa (SLB) di Kabupaten Kuningan dan sekitarnya. Ia memperjuangkan hak-hak anak berkebutuhan khusus untuk mendapat pendidikan yang setara, membuka ruang-ruang belajar di pelosok desa, dan mendorong sistem kesetaraan berbasis komunitas. Program tersebut kini menjadi role model percontohan pendidikan alternatif yang diakui sampai tingkat provinsi Jawa Barat.
Tak hanya itu, Elon juga menggagas pelatihan keterampilan produktif untuk kelompok marginal, seperti komunitas tunanetra, tuna daksa, dan anak-anak jalanan. Melalui inisiatif “Ekonomi Mandiri Disabilitas”, Elon mendorong pelatihan digital marketing, kerajinan, dan wirausaha kecil yang berbasis koperasi. Ia juga menjadi salah satu tokoh utama dalam pendirian Kedai Lendot, sebuah ruang kerja kolaboratif dan pusat aktivitas komunitas pemuda serta disabilitas yang mengintegrasikan pariwisata, UMKM, dan nilai kearifan budaya lokal.
Selama menjabat di Disporapar, Elon mengembangkan sejumlah program kreatif berbasis komunitas, di antaranya Festival Pemuda Inklusif, Kampung Wisata Budaya, serta Digital Nomad Desa. Ia menjalin kerja sama lintas sektor, baik dengan akademisi, organisasi pemuda, hingga sektor swasta untuk memperkuat peran pemuda dalam pembangunan pariwisata daerah.
Dengan deretan capaian dari kinerja tersebut, rencana mutasi Elon dari jabatan teknis ke jabatan staf ahli memunculkan pertanyaan serius. Oleh karena itu kami dari LSM Frontal menyampaikan keprihatinan secara terbuka dan mendalam. Kami menilai bahwa mutasi terhadap pejabat yang memiliki rekam jejak sebaik Elon harus dijelaskan secara terbuka dan objektif kepada masyarakat luas. Jika tidak, maka langkah tersebut dapat dianggap sebagai bentuk kemunduran dan ketidakadilan dalam sistem penataan kepegawaian daerah.
Mutasi semestinya dilakukan sebagai bagian dari pembinaan ASN, bukan instrumen dendam politik penguasa atau alat pembungkaman terhadap mereka yang mandiri dan profesional. Dalam banyak hal, Elon telah menunjukkan dirinya bukan sekadar pelaksana tugas administratif, melainkan pemimpin visioner yang mampu menyentuh lapisan masyarakat bawah, terutama mereka yang selama ini termarjinalkan.
Kami menyatakan bahwa pejabat seperti Elon justru selayaknya mendapatkan dukungan dan ruang kerja lebih luas, bukan justru dibatasi geraknya dalam posisi yang secara struktural pasif. Jabatan staf ahli, meskipun strategis dalam fungsi konsultatif, tidak memungkinkan adanya intervensi langsung terhadap program-program pemberdayaan nyata dilapangan sebagaimana yang selama ini dikerjakan Elon.
Dalam konteks tata kelola pemerintahan yang sehat, keputusan penempatan jabatan harus berbasis pada prinsip meritokrasi dan kebutuhan organisasi yang jelas. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN telah mengatur bahwa mutasi, promosi, maupun rotasi jabatan hanya bisa dilakukan berdasarkan pertimbangan capaian kinerja, kompetensi, dan analisis kebutuhan.
Jika seorang pejabat seperti Elon yang memiliki rekam jejak capaian riil, melakukan pengabdian terbaik selaku abdi negara selama bertahun-tahun, dan berkomitmen tinggi terhadap masyarakat tapi digeser tanpa adanya transparansi dan proses evaluasi terbuka, maka keputusan itu dapat menciptakan trauma psikologis bagi ASN lainnya yang tengah meniti jalur prestasi. Kami menilai, ini bukan hanya persoalan individu, tetapi persoalan arah dan masa depan birokrasi itu sendiri.
Dalam banyak kesempatan, Elon tidak pernah menunjukkan ambisinya. Ia bekerja dalam senyap, membangun dari pinggiran, dan tetap setia pada jalur pengabdian. Justru karena independensinya itulah, bisa jadi Elon dianggap tidak mudah diarahkan untuk kepentingan kekuasaan. Bila benar demikian, maka mutasi ini tidak hanya keliru, tetapi telah melanggar prinsip profesionalisme dalam birokrasi yang dilindungi konstitusi.
Untuk itu kami mengajak seluruh elemen masyarakat sipil, termasuk para ASN dan akademisi, untuk lebih peduli terhadap kualitas pengambilan keputusan yang menyangkut kebijakan publik. Kami menegaskan bahwa peran organisasi seperti LSM Frontal adalah mengingatkan, bukan mengintervensi. Dan dalam kasus Elon, kami merasa perlu bersuara agar sistem kepegawaian daerah tidak semakin melenceng dari semangat reformasi atau dinodai upaya politisasi birokrasi.
Sebagai penutup, kami menyampaikan harapan besar kepada Bupati Kuningan Dian Rachmat Yanuar selaku alumni Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) masih bisa mengambil keputusan bijak, mempunyai kebesaran hati dengan mempertimbangkan kembali segala aspek rasional dan sisi kemanusiaan dalam proses mutasi. Kami menegaskan bahwa dalam penataan SDM birokrasi, profesionalisme bukan sekadar jargon, melainkan jalan panjang yang harus dilindungi dan diberi penghargaan.
Elon Carlan bukan sekadar seorang pejabat daerah. Ia adalah simbol ketekunan, keberanian melawan keterbatasan, dan bukti bahwa keadilan sosial bisa diwujudkan melalui kerja nyata. Dalam dirinya, tergambar harapan pejabat ASN Indonesia yang melayani, inklusif, dan berdedikasi. Dan bagi masyarakat Kuningan, keberadaannya bukan hanya penting melainkan vital.
Kuningan, 11 Juli 2025
Oleh:
Uha Juhana
Ketua LSM Frontal