KUNINGAN, (VOX) – Polemik mengenai dugaan praktik penjualan seragam yang membebani siswa dan orang tua akhirnya ditanggapi secara resmi oleh SMAN 1 Cigugur. Kepala sekolah, Emay, S.Pd., M.Pd., menyatakan bahwa informasi yang beredar tidak sepenuhnya benar dan berpotensi menyesatkan opini publik. Ia menegaskan sekolah tidak pernah menjadikan seragam sebagai ladang bisnis, apalagi sampai memaksa orang tua untuk membeli di tempat tertentu. Menurutnya, SMAN 1 Cigugur tetap berpegang pada prinsip transparansi dan kepatuhan terhadap aturan pemerintah serta Dinas Pendidikan Jawa Barat.
Dalam klarifikasinya, Emay menuturkan bahwa tidak ada kewajiban bagi siswa maupun orang tua untuk membeli melalui jalur yang ditentukan sekolah. “Kami tegaskan, tidak ada praktik pemaksaan. Siswa bebas menggunakan seragam sesuai aturan yang berlaku tanpa harus membeli melalui pihak sekolah,” ungkapnya. Ia menambahkan, narasi yang berkembang di luar seakan sekolah mencari keuntungan dari seragam adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan. Justru, kata Emay, sekolah berupaya menjaga agar biaya pendidikan tetap terjangkau dan tidak menjadi beban tambahan bagi keluarga.
Emay juga menegaskan bahwa sekolah tetap tunduk pada kebijakan pemerintah dan Dinas Pendidikan Jawa Barat, termasuk imbauan yang menekankan agar sekolah tidak menjadikan seragam sebagai sarana komersialisasi. “Kami tunduk pada regulasi. Justru kami menjaga agar semua berjalan sesuai koridor yang berlaku,” tegasnya. Ia menolak anggapan bahwa SMAN 1 Cigugur melawan arahan atau melanggar kebijakan. Menurutnya, sekolah tidak memiliki kepentingan selain menjalankan pendidikan sesuai visi misi yang telah ditetapkan. Ia bahkan mengingatkan bahwa pembentukan karakter siswa jauh lebih penting dibanding memperdebatkan seragam.
Lebih jauh, Emay menekankan bahwa SMAN 1 Cigugur selalu menjadikan nilai Pancawaluya sebagai landasan pendidikan karakter “Kami ingin anak-anak tumbuh dengan karakter Pancawaluya. Itulah fokus utama kami, bukan seragam. Pendidikan karakter jauh lebih penting untuk masa depan mereka,” jelasnya. Ia berharap masyarakat bisa memahami arah kebijakan sekolah yang mengutamakan kualitas pendidikan, bukan semata urusan administratif. Menurutnya, jika polemik soal seragam terus dibesar-besarkan, hal itu justru berpotensi mengaburkan tujuan utama pendidikan.
Selain itu, Emay juga menyoroti soal selebaran yang sempat beredar di kalangan orang tua siswa. Ia menegaskan bahwa selebaran tersebut bukan berasal dari pihak sekolah melainkan penawaran dari pihak luar langsung ke siswa & orang tua siswa. “Kami bisa buktikan bahwa selebaran itu tidak resmi. Tidak ada tanda tangan dari sekolah, juga tidak memakai kop sekolah. Jadi jelas, itu bukan arahan dari pihak sekolah,” tegasnya. Dengan demikian, SMAN 1 Cigugur menilai bahwa isu yang berkembang seolah sekolah mewajibkan pembelian seragam melalui selebaran tersebut adalah keliru dan perlu diluruskan.
Sebagai bentuk tindak lanjut, pada Sabtu, 20 September 2025, pihak sekolah menegaskan kembali kepada para koordinator kelas mengenai pentingnya keterbukaan. Dalam pertemuan tersebut, sekolah menegaskan tidak ada kewajiban membeli seragam di toko tertentu. Para wali murid diberi kebebasan penuh untuk memilih tempat pembelian sesuai kemampuan masing-masing. Bahkan, jika ada orang tua yang mengalami kesulitan, sekolah siap membantu mencarikan beberapa opsi alternatif agar tidak ada pihak yang merasa terbebani. “Sekolah pun selalu terbuka menerima masukan dari para orang tua. Komunikasi menjadi kunci agar tidak ada kesalahpahaman, dan kami siap memfasilitasi bila ada kendala,” tutur Emay. Dengan sikap ini, SMAN 1 Cigugur berharap isu yang sempat ramai bisa segera mereda dan fokus pendidikan kembali diarahkan pada pembinaan siswa secara utuh.
.RedVox