KUNINGAN, (VOX) — Tidak semua perjuangan terdengar. Tidak semua ketabahan terlihat. Di sudut Dusun Wage, Desa Sindangbarang, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, hidup seorang ayah yang menjalani hari-hari dengan kesederhanaan yang membungkam keluh, Pak Udin buruh pembuat batu bata, yang kini membesarkan anaknya seorang diri.
Sudah bertahun-tahun ia bekerja menata tanah liat menjadi bata merah, pekerjaan kasar yang membutuhkan tenaga besar, namun hanya menghasilkan penghasilan pas-pasan. Namun bagi Pak Udin, cukup bukan soal jumlah, tapi soal harapan. Harapan agar anaknya bisa tetap sekolah. Harapan agar esok sedikit lebih baik dari hari ini.
Pak Udin tinggal di sebuah bangunan tua bekas kumbung jamur. Dindingnya dari bilik bambu, lantainya masih tanah, dan atapnya telah lama bocor. Tidak ada fasilitas sanitasi memadai. Tapi di rumah itulah, ia dan anaknya saling menguatkan dalam diam, dalam doa.
Kisah ini sampai ke telinga Ismah Winartono, pegiat sosial yang bersama timnya mengunjungi langsung tempat tinggal Pak Udin.
“Tidak mudah menahan air mata saat melihat langsung keadaannya. Tapi yang lebih menyentuh, Pak Udin tak minta belas kasihan. Ia hanya ingin bisa terus bekerja, agar anaknya tidak putus sekolah,” kata Ismah pelan.
Ismah berharap, pemerintah dan masyarakat bisa membuka mata terhadap kondisi serupa yang masih banyak ditemui. Bantuan, menurutnya, bukan sekedar soal uang atau sembako, tapi hadirnya kebijakan dan kepedulian yang menyentuh langsung kehidupan warga kecil.
“Cerita seperti Pak Udin seharusnya tidak menjadi kisah biasa. Ini adalah panggilan nurani bagi kita semua. Wujudkan Kuningan tanpa exploitation de long par long (tanpa eksploitasi panjang terhadap sesama yang lemah),” tegasnya.
Kisah Pak Udin adalah kisah kesunyian yang menyimpan keberanian. Ia bukan tokoh besar. Tapi ia telah menunjukkan bahwa menjadi orang tua bukan soal punya banyak, tapi soal memberi segalanya yang tersisa.
Voxpopuli.co.id mengajak siapa pun yang membaca kisah ini untuk ikut peduli. Karena kadang, perubahan besar bisa dimulai dari satu kunjungan, satu uluran tangan, atau bahkan satu niat untuk tidak membiarkan orang seperti Pak Udin berjuang sendirian./Red