GARPUDI Soroti DPRD Kuningan: Bungkam Hadapi Temuan BPK, Abaikan Tanggung Jawab Pengawasan


KUNINGAN, (VOX) – Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Kuningan Tahun Anggaran 2024 yang menghasilkan opini Wajar Dengan Pengecualian dengan Penekanan Suatu Hal (WDP-PSH) semestinya menjadi alarm keras. Namun hingga kini, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kuningan justru terkesan bungkam dan tidak menunjukkan sikap tegas terhadap berbagai pelanggaran yang diungkap dalam laporan tersebut.

Garda Pemuda Demokrasi Indonesia (GARPUDI) menyatakan kekecewaannya terhadap sikap pasif DPRD, yang dianggap gagal menjalankan fungsi pengawasan secara optimal. Sekretaris Jenderal GARPUDI, Iman, menegaskan bahwa keberadaan DPRD sebagai lembaga kontrol menjadi sia-sia jika tidak digunakan untuk menagih tanggung jawab dan mengoreksi kinerja eksekutif.

“Temuan BPK ini bukan hal remeh. Pengelolaan kas yang menyimpang, belanja tidak terduga yang tidak sesuai kenyataan, dan pembayaran yang tidak mencerminkan kondisi sebenarnya, semua ini adalah bentuk penyimpangan serius. Jika DPRD tidak bertindak, maka mereka turut berkontribusi dalam pembiaran,” tegas Iman, Kamis (19/06/2025).

GARPUDI menyebut bahwa diamnya DPRD bukan hanya bentuk kelalaian, tapi juga mencerminkan absennya komitmen terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas anggaran. Iman mempertanyakan, mengapa hingga kini belum ada inisiatif legislatif untuk memanggil pihak eksekutif, membentuk panitia khusus, atau menggelar sidang terbuka untuk membahas hasil pemeriksaan BPK secara tuntas.

“DPRD seharusnya jadi ujung tombak koreksi, bukan perpanjangan tangan kekuasaan. Tapi yang terjadi justru sebaliknya mereka memilih diam. Ini bukan hanya pembiaran, tapi pengkhianatan terhadap mandat rakyat,” ujarnya.

Menurut GARPUDI, reformasi birokrasi tidak akan pernah berjalan jika pengawas justru bersikap permisif. DPRD punya tiga tugas fundamental pasca-audit dan memastikan tindak lanjut rekomendasi BPK, mengawal proses perbaikan, dan menjamin publik mengetahui apa yang sedang dilakukan untuk mencegah pelanggaran berulang.

Iman juga menyoroti budaya politik lokal yang terlalu nyaman dengan kompromi, sehingga mengikis keberanian untuk bersikap.

“Kita sedang menghadapi krisis etika pemerintahan. Ketika laporan keuangan bermasalah dianggap biasa saja, dan DPRD memilih diam, maka bisa dipastikan sistem kita sedang rusak,” ucapnya.

GARPUDI mendorong publik untuk turut mengawasi peran DPRD dan meminta pertanggungjawaban terbuka. Jika perlu, kata Iman, masyarakat bisa menuntut audit lanjutan oleh lembaga independen, karena akuntabilitas anggaran bukan milik segelintir elit, tapi hak setiap warga.

“Uang rakyat terlalu berharga untuk diselewengkan dalam sunyi. Sudah waktunya DPRD berhenti jadi penonton dan mulai bertindak sebagai pengawal integritas anggaran. Jika tidak mampu, lebih baik mundur daripada membebani demokrasi dengan kebisuan,” pungkas Iman./AS