Polemik Tanah Kas Desa Garajati: Camat Ciwaru Tegaskan Pembangunan Harus Dihentikan, Tunggu Izin Bupati


KUNINGAN, (VOX) – Polemik penggunaan tanah kas desa (TKD) di Desa Garajati, Kecamatan Ciwaru, Kabupaten Kuningan, terus memanas setelah diketahui bahwa lahan tersebut telah dipondasi oleh pihak lain tanpa kejelasan perizinan.

Camat Ciwaru, Ade Bunyamin, S.E., M.Si., menegaskan bahwa saat ini pihak desa sudah bersurat kepada kecamatan terkait penggunaan tanah kas desa tersebut. Namun, ia menyatakan bahwa proses yang ditempuh tidak bisa serta-merta dilakukan melalui tukar guling.

“Kalau tukar guling rasanya tidak mungkin, karena harus ke kementerian. Makanya sekarang diarahkan untuk menempuh proses Hak Guna Serah (HGS), yang mana membutuhkan izin dari Bupati,” tegas Camat Ade kepada Voxpopuli, Selasa, (08/07/2025), usai acara Ngopi Pagi di Pendopo Kabupaten Kuningan.

Ade juga membenarkan bahwa hingga saat ini kegiatan pembangunan di lahan tersebut belum memiliki dasar perizinan yang sah. Oleh karena itu, pihak kecamatan secara tegas telah memerintahkan agar semua aktivitas pembangunan di atas tanah kas desa dihentikan sementara.

“Kami sudah bersurat ke Bupati dan tinggal menunggu balasan. Jika Bupati tidak mengizinkan, maka tanah kas desa tersebut harus dikembalikan ke keadaan semula,” jelasnya.

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari Kepala Desa Garajati maupun Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Pewarta Voxpopuli telah berulang kali mencoba meminta klarifikasi, namun kedua pihak tersebut terkesan menghindar, padahal sebagai pejabat publik mereka terikat oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Minimnya transparansi dari aparatur desa ini menimbulkan pertanyaan serius terkait komitmen mereka dalam menjalankan pemerintahan yang bersih dan sesuai dengan koridor hukum.

“Bagaimana mau menjalankan pemerintahan yang bersih, jika proses yang ditempuh tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan tidak mengedepankan transparansi?” tukas seorang warga yang enggan disebut namanya.

Kasus ini menjadi perhatian publik dan diharapkan dapat menjadi momentum pembenahan tata kelola aset desa di Kabupaten Kuningan agar sesuai dengan prinsip akuntabilitas, transparansi, dan kepatuhan terhadap hukum./Red