KUNINGAN, (VOX) – Pengamat kebijakan publik Kuningan, Genie Wirawan Rafi, menanggapi pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyebut guru sebagai “beban negara” dalam forum Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri di ITB pada 7 Agustus 2025. Menurutnya, pernyataan tersebut menimbulkan salah tafsir sekaligus melukai moral para pendidik, khususnya di daerah.
Genie menegaskan, guru bukanlah beban, melainkan investasi terbaik dalam pembangunan manusia. “Jika pembiayaan pendidikan menjadi tantangan, itu merupakan cerminan pengelolaan anggaran, bukan alasan untuk melabeli guru negatif. Mereka adalah fondasi masa depan bangsa,” tegasnya.
Anggaran Pendidikan Belum Menyentuh Guru Honorer
Berdasarkan APBD Perubahan Kabupaten Kuningan Tahun Anggaran 2025, alokasi anggaran untuk sektor pendidikan mencapai Rp712,6 miliar. Namun, menurut Genie, sebagian anggaran tersebut masih banyak terserap pada birokrasi dan pembangunan fisik, sementara guru honorer belum sepenuhnya merasakan manfaatnya.
Di lapangan, banyak guru honorer di Kuningan hanya menerima honorarium Rp100 ribu hingga Rp300 ribu per bulan, jauh di bawah UMR. Kondisi ini memaksa sebagian dari mereka mencari penghasilan tambahan, mulai dari berdagang kecil hingga bertani, demi memenuhi kebutuhan keluarga.
“Lihat saja di desa-desa pelosok Kuningan, guru tetap berjuang mendidik anak-anak meski honor kecil dan kondisi sulit, apalagi dengan akses terbatas. Bagaimana mungkin mereka dianggap beban, padahal justru memikul beban besar untuk pendidikan kita?” ujar Genie.
Efektivitas Distribusi Anggaran Jadi Persoalan
Menurutnya, persoalan nyata bukan pada keberadaan guru, melainkan pada efektivitas distribusi anggaran pendidikan. “Anggaran sudah ada lebih dari Rp700 miliar di APBD 2025. Masalahnya adalah apakah anggaran itu sampai kepada mereka yang membutuhkannya? Kita perlu memastikan pemanfaatan yang tepat, bukan menuduh tenaga pendidik itu beban,” jelasnya.
Sebagai solusi, Genie mendorong agar Pemkab Kuningan lebih proaktif menyusun kebijakan lokal yang berpihak pada kesejahteraan guru. Hal ini dapat dilakukan melalui formula honor yang lebih manusiawi, tambahan insentif, hingga fasilitas pendukung bagi guru yang mengajar di wilayah terpencil.
Ajakan Dialog dan Kolaborasi
Lebih lanjut, Genie menyerukan adanya dialog konstruktif antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan organisasi guru. Menurutnya, narasi yang kontraproduktif hanya akan memperlebar jurang ketidakpercayaan.
“Guru adalah investasi bangsa. Jika kesejahteraan mereka tertata dengan baik, kualitas pendidikan akan meningkat, tidak hanya di wilayah perkotaan tetapi juga di pelosok Kuningan. Mari berhenti menyamaratakan mereka sebagai beban, dan mulai memperkuat peran guru sebagai penopang masa depan bangsa,” pungkasnya.
.Abu Azzam