WONOSOBO, (VOX) – Perjalanan pendakian menuju Gunung Sumbing via jalur Gajah Mungkur, Wonosobo, bukan hanya tentang olahraga alam bebas. Melainkan ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar menapaki jalur setapak, menggendong ransel berat, atau menaklukkan ketinggian 3.371 mdpl.
Pendakian Gunung Sumbing via jalur Gajah Mungkur yang dilakukan oleh tujuh orang pendaki, enam orang di antaranya berasal dari Kabupaten Kuningan dan satu dari Yogyakarta, menyisakan banyak pelajaran. Dari jauh, mungkin terlihat hanya sebagai perjalanan biasa. Orang-orang dengan ransel besar, sepatu gunung, dan niat mencapai puncak. Namun jika dilihat lebih dekat, mendaki gunung sesungguhnya adalah perjalanan spiritual, sosial, sekaligus refleksi hidup.
Gunung tidak pernah menanyakan siapa kita, dari mana asal kita, atau seberapa tinggi pendidikan kita. Ia hanya menyediakan jalur menanjak, terjal, kadang licin, kadang berliku. Semua pendaki diperlakukan sama. Di situlah letak keadilannya. Dalam pendakian semua orang akan terus sama-sama harus melangkah, sama-sama merasakan beratnya beban di punggung, dan sama-sama diuji oleh udara dingin serta stamina yang menurun.
Namun justru dalam kesetaraan itulah lahir persaudaraan. Gunung menjadi ruang pertemuan yang unik, tempat orang-orang dengan latar berbeda bisa melebur menjadi satu keluarga. Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah, semua sama-sama pejalan yang sedang berusaha sampai. Dari sini kita belajar bahwa betapa ego seharusnya dilepaskan, karena di alam hanya ada ruang untuk kerjasama, saling membantu, dan saling peduli.
Lebih jauh daripada itu, pendakian juga memberi ruang perenungan. Setiap langkah kaki yang berat mengajarkan kesabaran. Setiap pos peristirahatan menjadi jeda untuk mensyukuri nikmat sekecil apa pun, dengan sebotol air, sepotong makanan ringan, atau sekadar nafas lega. Setiap kali mata menatap jauh ke arah cakrawala, seakan kita diajak untuk menyadari betapa kecilnya manusia di hadapan kebesaran ciptaan Tuhan.
Puncak gunung bukanlah tujuan akhir, melainkan bonus dari perjalanan. Tujuan sebenarnya adalah proses bagaimana kita berjuang, bagaimana kita bertahan, bagaimana kita menjaga teman, dan bagaimana kita menghargai alam. Mendaki bukan tentang menaklukkan, melainkan tentang berdamai dengan diri sendiri dan menghormati yang lebih besar dari kita.
Pendakian Gunung Sumbing ini merupakan pengingat, bahwa dalam hidup kita semua sedang menapaki gunung masing-masing. Jalannya mungkin berbeda, bebannya tidak sama, tetapi prinsipnya serupa. Kita harus berani melangkah, bersabar, saling menguatkan, dan bersyukur atas setiap capaian. Karena sesungguhnya, gunung yang kita daki tidak hanya berada di luar diri, tetapi juga di dalam diri kita masing-masing.
Gunung akan tetap berdiri kokoh, sementara kita yang akan menua hanya bisa mewariskan cerita. Maka biarlah perjalanan ini menjadi jejak perenungan, bahwa mendaki gunung adalah mendaki persaudaraan, mendaki kesabaran, dan mendaki diri sendiri.
Oleh : Rizal Nurfahrozy
Editor : Redaksi Vox