Post ADS 1
Post ADS 1

Proyek 500 Juta di Gedung Dewan Disorot, PMII dan GMNI Pertanyakan Urgensi dan Kualitas


KUNINGAN,(VOX) – Proyek rehabilitasi ruang pimpinan DPRD Kuningan dengan nilai sekitar Rp500 juta kembali menuai kritik. Kali ini, suara penolakan datang dari organisasi mahasiswa, yakni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kuningan.


Ketua PMII Kuningan, Dhika Purbaya, menilai proyek tersebut tidak memiliki urgensi, terlebih muncul di tengah kondisi keuangan daerah yang dilanda gagal bayar pada tahun 2024. Menurutnya, prioritas anggaran semestinya diarahkan pada program yang lebih menyentuh kebutuhan dasar masyarakat.


“Kenapa proyek semacam ini bisa muncul di tengah gagal bayar? Bukankah lebih penting mendahulukan program yang bersentuhan langsung dengan rakyat, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, dan perbaikan infrastruktur dasar?,” tegas Dhika, Jumat (12/9/2025).


Dhika menambahkan, alasan bahwa ruang pimpinan DPRD sudah 25 tahun tidak pernah direhabilitasi bukanlah pembenaran yang tepat. “Fakta itu justru menunjukkan lemahnya perencanaan sejak awal. Jangan sampai dijadikan alasan untuk menggelontorkan dana besar di saat rakyat masih banyak menghadapi kebutuhan mendesak,” ucapnya.



Sementara itu, Ketua GMNI Kuningan, Amar Fahri, menyoroti aspek kualitas hasil pekerjaan. Ia mempertanyakan bagaimana mungkin proyek dengan nilai ratusan juta rupiah bisa diterima jika hasilnya tidak memenuhi standar. Amar juga menyinggung peran Inspektorat Daerah yang seharusnya melakukan fungsi pengawasan secara ketat.


“Kalau kualitas pekerjaan masih dipersoalkan, lantas bagaimana peran Inspektorat? Kenapa bisa diterima begitu saja? Jangan sampai pengawasan hanya formalitas, sementara uang rakyat dikorbankan,” ujar Amar.


Lebih jauh, keduanya menegaskan akan menempuh langkah lanjutan jika tidak ada klarifikasi resmi dari pihak terkait. “Dalam waktu dekat, jika tidak ada penjelasan resmi, kami akan melakukan audiensi secara langsung ke para wakil rakyat maupun instansi yang bertanggung jawab. Sangat mengherankan, bukannya ikut mengawal malah membiarkan pekerjaan ini turun,” ujar Dhika.



Amar pun menambahkan nada serupa. “Keanehan ini tidak bisa dibiarkan. Masa hasil pekerjaan seperti ini diterima begitu saja oleh wakil rakyat? Alih-alih mengawasi, justru terkesan membiarkan,” tegasnya.


Kedua organisasi mahasiswa tersebut mendesak transparansi penuh dan evaluasi menyeluruh atas proyek yang dianggap tidak mendesak di tengah situasi fiskal daerah yang sulit. Mereka juga meminta DPRD dan pemerintah daerah menunjukkan keberpihakan nyata pada kepentingan publik, bukan sekadar kepentingan internal.


.Red

banner