![]() |
Pekat IB Kuningan / sc : net |
KUNINGAN, (VOX) - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sejatinya lahir dari niat baik pemerintah untuk memperbaiki gizi anak bangsa. Program ini ditujukan bagi siswa sekolah, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui dengan tujuan mulia: mencegah stunting, meningkatkan kualitas SDM, serta menggerakkan ekonomi lokal.
Namun, implementasi di lapangan justru menimbulkan banyak pertanyaan. Di Kabupaten Kuningan, sejak awal program berjalan, muncul berbagai dapur MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di sejumlah titik. Ada yang memanfaatkan bekas gudang, kantor, hingga rumah tinggal. Semuanya diklaim telah disesuaikan dengan standar Balai Gizi Nasional. Bahkan, di tiap dapur disebut sudah ada ahli gizi dan tim pemantau.
Ironisnya, fakta di lapangan berbicara lain. Masih banyak makanan yang tidak layak konsumsi ada yang dibuang, tidak termakan, bahkan menyebabkan kasus keracunan. Peristiwa keracunan siswa SMA Negeri 1 Luragung beberapa waktu lalu adalah contoh nyata. Pertanyaan mendasarnya apa sebenarnya fungsi ahli gizi dan pemantau jika kasus-kasus semacam ini terus berulang?.
Ketua Pekat IB Kuningan, Donny Sigakole, menilai lemahnya pengawasan sebagai akar masalah. Ia menegaskan, jika aturan sudah ada tetapi masyarakat justru menjadi korban, maka Pekat IB sesuai mandat undang-undang akan melakukan investigasi independen. Bila ditemukan pelanggaran, kasus ini siap dibawa ke jalur hukum.
Donny juga menyoroti Balai POM dan instansi terkait yang terkesan hanya memeriksa jenis makanan tanpa melihat keseluruhan aspek mulai dari alat masak, kotak penyimpanan, hingga proses pengemasan. Bayangkan, makanan matang pada pukul tiga dini hari langsung dikemas dalam wadah aluminium panas dan baru dibagikan jam sepuluh pagi. Tidak adakah reaksi kimia yang bisa memicu racun? Apakah ahli gizi melakukan uji laboratorium atas makanan matang tersebut?
Lebih jauh, Pekat IB berencana mengajukan izin kepada Bupati, Dandim, Kapolres, serta pengelola dapur MBG untuk melakukan peninjauan langsung. Transparansi diperlukan, sebab masyarakat berhak tahu apakah dapur MBG benar-benar sesuai standar atau hanya formalitas di atas kertas.
Jangan sampai program yang seharusnya menyehatkan justru menjadi ancaman. Bila investigasi membuktikan banyak pelanggaran, maka sudah saatnya masyarakat mempertimbangkan untuk menolak program MBG di Kuningan. Sebab, bagaimana mungkin kita rela anak-anak kita menerima “makanan bergizi” bila yang mereka dapat justru racun.
Oleh :
Donny Sigakole - Ketua Pekat IB Kuningan
.RedVox