Post ADS 1
Post ADS 1

Ajang Tiara Kusuma Jabar 2025 Disorot, Prestasi Tertutup Isu Diskriminasi dan Dugaan Ketidakadilan


BANDUNG, (VOX) – Seminar dan Competition Tiara Kusuma Jawa Barat 2025 yang digadang-gadang sebagai ajang prestisius, justru meninggalkan catatan pahit. Gelaran di The Posters Mice, Bandung, 27 Agustus lalu, menuai kontroversi besar setelah banyak peserta, khususnya dari Kabupaten Kuningan, menyuarakan kekecewaan mereka. Alih-alih menjadi wadah prestasi dan kebanggaan daerah, ajang Mojang Jajaka dan Rumaja Alit tingkat Jawa Barat ini dianggap sarat kepentingan dan tidak transparan.


Coach sekaligus manajer AM Entertainment, Anda Suhanda, menegaskan bahwa kriteria penilaian dalam kompetisi kali ini sangat tidak jelas. Menurutnya, banyak orang tua dan peserta merasa kecewa karena aspek busana maupun performa tidak dijelaskan secara transparan sejak awal. Bahkan, peserta asal Kuningan diperlakukan tidak adil lantaran harus menanggung seluruh biaya sendiri, mulai dari kostum, make-up, hingga perjalanan ke lokasi acara, tanpa adanya subsidi maupun dukungan resmi dari penyelenggara. Hal ini membuat beban peserta semakin berat, sementara hasil yang diperoleh jauh dari harapan.


Desainer sekaligus make-up artist, Opah Asep, juga melontarkan kritik keras. Ia menilai keputusan juri sangat janggal karena Kuningan telah mengirimkan Moka Alit dan Rumaja terbaik 2025 dengan kemampuan, talenta, dan prestasi yang diakui. Namun, justru mereka kalah dari peserta yang kualitasnya dinilai jauh di bawah standar. “Hasil lomba ini jelas tidak masuk akal, seolah-olah hanya memenangkan orang-orang dari lingkaran internal Tiara Kusuma,” ujarnya pedas. Komentar ini sontak memantik diskusi luas di kalangan publik, termasuk pegiat seni dan budaya yang menilai ajang sebesar Tiara Kusuma seharusnya menjunjung tinggi objektivitas.


Hingga berita ini diturunkan, pihak Tiara Kusuma Jabar, Tiara Kusuma Kuningan, maupun Andys Wedding belum memberikan keterangan resmi. Namun, kekecewaan publik sudah terlanjur menyebar, terutama di media sosial. Banyak warganet yang menilai bahwa kompetisi ini telah mencoreng nama baik Jawa Barat, bahkan sebagian menyebutnya sebagai “panggung eksklusif” yang hanya menguntungkan segelintir orang. Ajang yang semestinya menjadi simbol prestasi dan wadah lahirnya talenta baru, justru berbalik menjadi sorotan negatif akibat isu diskriminasi dan dugaan ketidakadilan yang semakin menguat.


(FW)

banner
Post ADS 2