KUNINGAN, (VOX) – Polemik penetapan pemenang seleksi terbuka (open bidding) jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kuningan menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan. Kali ini, Ir. Yanyan Anugraha, Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Perhimpunan Praktisi Hukum Indonesia (PPHI), secara tegas menyampaikan keprihatinannya terhadap dugaan pelanggaran prosedur dalam proses tersebut.
Menurut Yanyan, Penjabat (Pj) Bupati memiliki kewenangan yang sangat terbatas dalam pengangkatan pejabat struktural, terlebih untuk posisi strategis seperti Sekda.
“Pengangkatan Sekda secara definitif merupakan kewenangan kepala daerah hasil Pilkada, bukan Pj Bupati. Jika proses open bidding dipaksakan dan pemenangnya ditetapkan oleh Pj, maka itu diduga melampaui batas kewenangan,” jelas Yanyan kepada wartawan, Selasa (01/07/2025).
Ia menambahkan, proses percepatan open bidding Sekda di masa transisi pemerintahan justru mengundang kecurigaan adanya motif politik. “Terlalu terburu-buru. Ini seolah menjadi skenario politik tertentu untuk memaksa bupati terpilih menerima hasil yang belum tentu sah secara hukum,” katanya.
Lebih jauh, Yanyan menegaskan bahwa hasil open bidding yang sudah diumumkan bukan berarti tak bisa dibatalkan. Menurutnya, bupati terpilih sah secara hukum untuk menolak dan menggugat hasil tersebut melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), jika terbukti cacat prosedur.
“Produk hukum bisa saja digugurkan jika prosesnya melanggar asas kepatuhan hukum. Jadi bukan soal suka atau tidak suka siapa yang jadi Sekda, tapi soal apakah prosesnya benar, transparan, dan sesuai aturan,” tegas Yanyan.
Ia juga merujuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang memperjelas batas-batas kewenangan Pj Bupati. Dalam konteks ini, lanjutnya, DPRD juga perlu turut serta mengawasi agar tidak terjadi pembajakan birokrasi atas nama aturan yang dilanggar.
Yanyan pun menutup pernyataannya dengan pesan keras: “Kalau proses penetapan Sekda ini bermasalah, bupati terpilih bukan hanya boleh menolak, tapi harus menolak. Ini demi menjaga integritas hukum dan sistem merit dalam birokrasi.”
Kini publik Kabupaten Kuningan menanti keberanian politik dari bupati terpilih untuk menentukan sikap. Akankah tunduk pada hasil yang kontroversial, atau memilih jalan hukum demi menjaga marwah pemerintahan yang bersih?./Red