KUNINGAN, (VOX) - Tidak terasa kita akan kembali melewati pergantian tahun baru Hijriyah. Beragam kegiatan dilakukan untuk merayakan pergantian tahun baru Hijriyah maupun Masehi. Tidak sedikit orang yang rela menghabiskan waktu dan rupiah untuk merayakannya. Sedikit orang yang memanfaatkan pergantian tahun untuk kegiatan muhasabah atau evaluasi diri.
Pergantian tahun sejatinya sebuah nasihat, bahwa usia kita bertambah lagi, dalam waktu yang bersamaan berkurang pula jatah hidup kita di dunia. Jika demikian maka ingatlah akan sebuah pertanggungjawaban kelak di hari kiamat.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan bergeser dua kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai ia ditanya (dimintai pertanggung jawaban) tentang umurnya ke mana dihabiskan, tentang ilmu bagaimana ia mengamalkan, tentang harta, dari mana diperoleh dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya.” (HR Tirmidzi).
Muhasbah untuk melakukan kontemplasi diri, selama hidup kita manfaatkan untuk apa waktu kita, dan tinggal berapa lama sisa usia kita di dunia. Jika hal ini dihayati secara seksama, seseorang akan memanfaatkan pergantian tahun untuk muhasabah untuk perbaikan kualitas diri, agar seiring bertambahnya usia, semakin bertambah bermanfaat hidupnya, apapun profesinya.
Sebagai penggiat media cetak dan elektronik, melakukan muhasabah sudah sejauhmana menyajikan informasi yang menyejukkan (bukan profokatif) dan dapat dipertanggungjawabkan (bukan hoax). Karena hal itu akan dipertanggungjawabkan di dunia dan di akhirat kelak.
Sebagai seorang pengusaha, melakukan muhasabah sudah sejauhmana komitmen dengan bisnis yang halal dan memberikan hak kepada karyawan sebelum keringatnya mengering, bukan malah untuk memeras tenaga karyawan demi mendapatkan keuntungan yang besar.
Sebagai orang yang berpunya (kaya), melakukan muhasabah sudah sejauhmana aktifitas membantu dengan banyak berderma kepada orang yang membutuhkan bantuan dan pertolongan sehingga tercipta kehidupan yang harmonis bukan kesenjangan.
Sebagai suami atau istri dalam rumah tangga, melakukan muhasabah sudah sejauhmana mempersiapkan generasi yang berakhlakul karimah sebagai pemimpin di masa depan. Sebagai anak, melakukan muhasabah sudah sejauhmana berbakti kepada orang tua, membahagiakan, menjaga nama baik keluarga dan melanjutkan visi misinya.
Sebagai pendidik, melakukan muhasabah sudah sejauhmana dapat memanfaatkan seluruh potensi untuk mendidik siswa yang cerdas secara intelektual, emosional, dan spiritual. Sebagai siswa, melakukan muhasabah sejauhmana mengerahkan seluruh potensi untuk menyerap ilmu, berbakti kepada guru, dan mempersiapkan diri turut mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sebagai pemimpin, melakukan muhasabah sudah sejauhmana memanfaatkan kesempatan dengan memberikan pelayanan dan tidak menelantarkan rakyat, dan bekerja keras mengantarkan kepada kehidupan masyarakat menjadi lebih baik dan sejahtera.
Sebagai rakyat, melakukan muhasabah sudah sejauhmana dapat memanfaatkan dengan mengerahkan kemampuan untuk mendukung setiap program dan kebijakan pemerintah yang berorientasi untuk kemaslahatan bagi semua, dan akan mengingatkan terhadap segala bentuk penyimpangan yang dilakukan.
Sebagai politisi (anggota legislatif), melakukan muhasabah sudah sejauhmana dapat memanfaatkan kesempatan itu untuk memeras pikiran dan tenaga untuk kemaslahatan rakyat yang telah memberi mandat, bukan memanfaatkan untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan golongannya.
Sebagai pejabat, melakukan muhasabah sudah sejauhmana dapat memanfaatkan dengan memberikan pelayanan prima, bukan malah memanfaatkan untuk memperkaya diri dengan meminta imbalan padahal telah digaji oleh negara yang berasal dari uang rakyat.
Sebagai apapun kita, melakukan muhasabah sudah sejauhana memberikan manfaat yang lebih luas kepada masyarakat, bangsa, dan negara. Sebab, puncak dari kebaikan itu manakala seseorang mampu memberikan manfaat seluas-luasnya untuk kepentingan bersama.
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR Thabrani). “Barangsiapa (yang bersedia) membantu keperluan saudaranya, maka Allah (akan senantiasa) membantu keperluannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
“Barangsiapa membebaskan seorang mukmin dari suatu kesulitan dunia, maka Allah akan membebaskannya dari suatu kesulitan pada hari kiamat. Barangsiapa memberi kemudahan kepada orang yang berada dalam kesulitan, Allah akan memberikan kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong saudaranya sesama muslim.” (HR Muslim).
Semoga Allah membimbing kita agar dalam momentum pergantian tahun baru dijadikan sebagai sarana muhasabah untuk perbaikan kualitas hidup menjadi lebih baik dan bermanfaat untuk masyarakat, bangsa, dan negara. Amin.
Oleh:
Imam Nur Suharno
Kepala Divisi Humas dan Dakwah Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat