KUNINGAN, (VOX) – Puluhan aktivis dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Kuningan bersama para Pedagang Kaki Lima (PKL) kembali menyuarakan kekecewaan terhadap kebijakan relokasi PKL dari kawasan Jalan Siliwangi ke Puspa Siliwangi. Mereka mendatangi Pendopo Kabupaten Kuningan, Rabu (2/7/2025), dengan harapan bertemu langsung dengan Bupati dan Wakil Bupati untuk menyampaikan keresahan yang mereka alami.
Namun harapan itu buyar. Kedua pimpinan daerah tersebut tidak berada di tempat dengan alasan menghadiri agenda luar kota. Absennya mereka dianggap sebagai bentuk penghindaran terhadap suara rakyat kecil yang selama ini menjadi korban dari kebijakan tidak berpihak.
“Kami datang bukan untuk gaduh, tapi untuk mengadu. Namun sayangnya, pendopo justru kosong dari pemimpinnya. Apakah ini potret kepemimpinan yang tidak siap mendengar suara rakyatnya?” kritik Ketua Umum PMII Kuningan, Dhika Purbaya.
Menurut Dhika, relokasi yang dilakukan pemerintah daerah justru membuat para pedagang kecil kehilangan mata pencaharian. Tempat relokasi di Puspa dinilai tidak strategis, sepi pengunjung, dan tidak menunjang keberlangsungan usaha. Ia mencatat, di Puspa Siliwangi dari 196 PKL yang awalnya direlokasi, kini hanya tersisa sekitar 90 pedagang aktif, sedangkan Puspa Langlangbuana dari total 118 PKL tersisa 60 PKL. Separuhnya sudah gulung tikar.
“Kebijakan ini gagal secara perencanaan, gagal secara implementasi, dan gagal dalam hal keadilan sosial,” tegas Dhika.
Tak berhenti pada satu aksi, PMII dan para PKL menyatakan siap menggelar aksi lanjutan dalam tiga hari ke depan dengan skala yang lebih besar. Mereka juga berencana membawa tuntutan ini ke DPRD Kabupaten Kuningan dengan memanggil Bupati, Wakil Bupati, dan seluruh pihak terkait.
“Kalau mereka tetap tidak hadir dan tidak memberikan solusi konkret, maka jangan salahkan kami jika aksi jilid II nanti akan melibatkan massa yang lebih banyak,” tegas Dhika.
Aksi ini bukan semata tentang tempat jualan, melainkan tentang keadilan sosial dan keberpihakan pada wong cilik. Ketika ruang-ruang formal ditutup bagi mereka yang lemah, jalanan akan kembali menjadi panggung utama perlawanan./AS