![]() |
Sc : Monitor Indonesia |
JAKARTA, (VOX) – Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya mengambil langkah tegas dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan. Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) periode 2019–2024, Nadiem Anwar Makarim, resmi ditetapkan sebagai tersangka baru.
Penetapan tersangka ini disampaikan langsung oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (4/9/2025).
“Telah ditetapkan tersangka baru dengan inisial NAM,” ujar Anang, merujuk pada Nadiem Makarim.
Alat Bukti dan Pemeriksaan yang Menguatkan
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, menjelaskan bahwa penetapan ini dilakukan setelah penyidik mengantongi bukti yang dinilai cukup kuat. Sejumlah alat bukti berupa surat, dokumen, petunjuk, hingga keterangan saksi ahli telah memperkuat posisi hukum Nadiem dalam kasus ini.
“Berdasarkan pemeriksaan dan alat bukti keterangan saksi ahli, petunjuk, dan surat serta barang bukti yang telah diterima atau diperoleh tim penyidik pada Jampidsus, maka pada hari ini menetapkan satu tersangka dengan inisial NAM selaku Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi periode tahun 2019–2024,” jelas Madyo.
Pemeriksaan Maraton Nadiem Makarim
Kasus ini bukanlah sesuatu yang muncul tiba-tiba. Nadiem sudah tiga kali menjalani pemeriksaan intensif oleh tim penyidik Kejagung:
23 Juni 2025 – Pemeriksaan pertama, berlangsung selama ±12 jam.
15 Juli 2025 – Pemeriksaan kedua, memakan waktu ±9 jam.
4 September 2025 – Pemeriksaan ketiga, berujung pada penetapan tersangka.
Selain itu, sejak 19 Juni 2025, Kejagung juga telah mengeluarkan surat pencegahan ke luar negeri selama enam bulan terhadap Nadiem. Langkah ini untuk memastikan mantan Menteri sekaligus pendiri Gojek tersebut tidak melarikan diri maupun menghilangkan barang bukti.
Kerugian Negara Hampir Rp2 Triliun
Kasus korupsi pengadaan laptop ini berakar dari program Digitalisasi Sekolah yang dijalankan Kemendikbudristek pada periode 2019–2022. Pengadaan perangkat berbasis Chrome OS (Chromebook) yang digadang-gadang untuk mendukung pembelajaran digital ternyata justru menjadi ajang praktik korupsi besar-besaran.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat, potensi kerugian negara dari proyek ini mencapai Rp1,98 triliun. Angka fantastis ini muncul akibat dugaan mark-up harga, spesifikasi yang tidak sesuai, serta mekanisme pengadaan yang bermasalah sejak awal.
Tersangka Lain Sebelumnya
Sebelum Nadiem, Kejagung telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus ini, masing-masing memiliki peran penting di lingkaran Kemendikbudristek maupun sebagai pihak eksternal:
1. Sri Wahyuningsih (SW) – Direktur Sekolah Dasar Ditjen PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (2020–2021).
2. Mulyatsyah (MUL) – Direktur SMP Kemendikbudristek tahun 2020.
3. Jurist Tan (JT/JS) – Staf Khusus Mendikbudristek bidang pemerintahan.
4. Ibrahim Arief (IBAM) – Konsultan perorangan yang terlibat dalam perbaikan infrastruktur teknologi manajemen sekolah.
Dengan penetapan Nadiem, lingkaran tersangka kini semakin melebar, menandai bahwa kasus ini tidak hanya berhenti pada level pejabat teknis, melainkan menyentuh pucuk pimpinan kementerian.
Reaksi Publik dan Langkah Lanjutan
Penetapan Nadiem sebagai tersangka segera memicu sorotan publik. Sebagai mantan menteri muda yang pernah dielu-elukan karena membawa semangat digitalisasi, kasus ini menjadi tamparan keras bagi reputasi reformis yang selama ini melekat pada dirinya.
Kejagung menegaskan proses hukum akan terus berlanjut dengan pemeriksaan tambahan terhadap Nadiem dan para tersangka lainnya. Tidak tertutup kemungkinan adanya tersangka baru dari kalangan birokrasi maupun swasta yang terlibat.
Sementara itu, kuasa hukum Nadiem, pengacara senior Hotman Paris Hutapea, menyatakan akan memberikan pembelaan maksimal terhadap kliennya. Namun, hingga berita ini diturunkan, Nadiem sendiri belum memberikan keterangan resmi kepada publik terkait status barunya sebagai tersangka.
Kasus ini menambah daftar panjang skandal korupsi di sektor pendidikan yang seharusnya menjadi pondasi masa depan bangsa. Alih-alih mempercepat transformasi digital di sekolah-sekolah, proyek laptop justru memperlihatkan bagaimana anggaran pendidikan bisa dipelintir demi keuntungan segelintir pihak.
Dengan nilai kerugian negara hampir Rp2 triliun, kasus ini diprediksi akan menjadi salah satu mega-kasus yang menyita perhatian publik sepanjang tahun 2025.
(FW)