Post ADS 1
Post ADS 1

MPK Soroti Tour de Linggarjati 2025 Dinilai Seremonial Elitis dan Beban Struktural


Seremonial Elitis yang Tidak Memberi Dampak Nyata


KUNINGAN, (VOX) - Masyarakat Peduli Kuningan (MPK) menyoroti penyelenggaraan Tour de Linggarjati (TDL) 2025 yang meski mendapat izin resmi dari Mabes Polri, justru menyisakan banyak persoalan dari sisi sosial, ekonomi, hingga tata kelola. Sejak digulirkan pada 2016–2017 sebagai agenda Hari Jadi Kuningan sekaligus promosi wisata internasional, TDL tidak pernah memberikan dampak pembangunan yang sebanding dengan biaya sosial maupun fiskal yang ditanggung masyarakat.


Dari perspektif publik dan akademisi, TDL lebih menyerupai ritual seremonial elitis daripada instrumen pembangunan inklusif dan berkelanjutan. Acara yang seharusnya menjadi kebanggaan daerah ternyata lebih sering dijadikan panggung seremoni yang menguntungkan kalangan terbatas. Hal ini menimbulkan kesan bahwa TDL lebih dikelola untuk kepentingan simbolik daripada kepentingan riil masyarakat.


Fenomena ini menunjukkan adanya jurang antara klaim pemerintah mengenai promosi wisata dengan realitas yang terjadi di lapangan. Alih-alih menjadi katalis pembangunan, TDL justru menegaskan bahwa seremoni lebih diutamakan daripada penciptaan manfaat ekonomi berkelanjutan.


Data Empiris Membantah Klaim Pariwisata


Pada penyelenggaraan awal tahun 2017, jumlah wisatawan mancanegara yang hadir hanya sekitar 150 orang dengan estimasi belanja tidak lebih dari Rp 2 miliar. Padahal kunjungan wisatawan ke Kabupaten Kuningan mencapai 3,06 juta orang, artinya kontribusi TDL hanya sekitar 0,005 persen dari total kunjungan.


Kondisi serupa terulang pada TDL 2024 dengan jumlah wisman sekitar 120–150 orang yang tinggal kurang dari dua hari dan devisa yang dihasilkan tidak lebih dari Rp 500 juta. Sementara tingkat okupansi hotel tetap stagnan di angka 40–55 persen, sebagian besar diisi panitia, official, dan peserta, bukan wisatawan umum.


Data tersebut membantah klaim peningkatan rasio kunjungan wisata maupun pendapatan daerah karena TDL hanya menekankan event-based tourism tanpa membangun destination-based tourism yang berkelanjutan. Dengan kata lain, efek TDL bersifat sesaat, tanpa meninggalkan jejak jangka panjang pada ekosistem pariwisata lokal.


Beban Sosial dan Distorsi Anggaran


Dampak nyata justru dirasakan negatif oleh masyarakat. Para pedagang kecil, UMKM, dan warung tradisional di sepanjang jalur TDL mengalami penurunan omzet akibat akses terganggu, kemacetan, dan mobilitas terbatas.


Dalih bahwa kegiatan ini tidak membebani APBD karena adanya sponsor juga tidak sesuai kenyataan. Perbaikan dan penambalan jalan di jalur TDL tetap menggunakan dana APBD Kabupaten Kuningan.


Praktik ini menunjukkan adanya distorsi anggaran publik, sebab dana yang seharusnya diprioritaskan untuk memperbaiki jalan vital di daerah lain justru dialihkan demi mendukung seremoni tahunan yang minim manfaat langsung bagi warga.


Bertentangan dengan Imbauan Pemerintah Pusat


Penolakan publik semakin relevan setelah Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pada 2 September 2025 mengimbau agar pemerintah daerah menunda berbagai kegiatan seremonial yang dianggap pemborosan.


Ia menegaskan bahwa pesta, hiburan musik, dan seremoni lain tidak tepat digelar dalam kondisi masyarakat dan bangsa yang sedang menghadapi tekanan sosial ekonomi. Pernyataan ini memperkuat argumen MPK bahwa TDL bertolak belakang dengan semangat efisiensi dan keberpihakan kepada rakyat.


Dengan demikian, TDL tidak hanya menimbulkan beban fiskal, tetapi juga memperlihatkan ketidakpekaan penyelenggara terhadap situasi nasional. Kebijakan daerah ini berlawanan dengan arahan pusat yang menekankan efisiensi dan penghematan.


Seruan untuk Evaluasi Menyeluruh


MPK menegaskan bahwa Tour de Linggarjati perlu dievaluasi secara menyeluruh, baik dari segi manfaat ekonomi, dampak sosial, maupun beban terhadap anggaran publik.


Ke depan, TDL tidak boleh lagi sekadar diposisikan sebagai ritual tahunan, melainkan harus diarahkan menjadi instrumen pembangunan nyata yang manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat, khususnya pelaku usaha lokal.


Hanya dengan perubahan arah seperti itu, TDL dapat menjadi lebih inklusif, adil, dan konstruktif dalam membangun kesejahteraan rakyat. Evaluasi menyeluruh ini diharapkan mampu mengembalikan TDL ke jalur yang benar, bukan sekadar seremoni elitis.


(FW)

banner
Post ADS 2