KUNINGAN, (VOX) – Pemerintahan Bupati dan Wakil Bupati Kuningan, Dian Rahmat Yanuar dan Tuti Andriani, resmi melewati tonggak 100 hari kerja pertama mereka. Namun alih-alih menuai pujian, periode awal kepemimpinan ini justru memantik kritik tajam dari kalangan mahasiswa.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kuningan menilai, seratus hari Dian-Tuti tidak menunjukkan arah perubahan yang dijanjikan dalam kampanye. Ketua Umum HMI Kuningan, Eka Kasmarandana, menyebut narasi seremonial dan pencitraan lebih menonjol ketimbang langkah konkret menyelesaikan persoalan mendasar masyarakat.
“100 hari seharusnya jadi pijakan awal untuk menunjukkan komitmen dan efektivitas kerja. Tapi yang muncul justru glamoritas program, realisasi tak jelas, dan masalah rakyat terabaikan,” tegas Eka dalam pernyataan terbuka, Selasa (24/06/2025).
Salah satu sorotan tajam datang dari penerbitan buku “100 Hari Pertama Kerja Dian-Tuti” yang menelan anggaran sekitar Rp100 juta. HMI mempertanyakan urgensi penerbitan buku di tengah realita jalan berlubang, kemiskinan, dan minimnya fasilitas pendidikan.
“Ini bukan sekadar buku. Ini simbol dari arah kebijakan yang lebih sibuk membangun citra daripada menyentuh kebutuhan nyata rakyat,” tambahnya.
HMI juga menyinggung sederet persoalan serius yang belum tersentuh, mulai dari skandal gagal bayar yang belum tuntas, pembangunan insfratuktur jalan, pembatalan OB Sekda senilai Rp400 juta, hingga opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK atas laporan keuangan daerah.
“Pemkab sering bicara efisiensi anggaran, tapi hampir tiap pekan ada seremoni yang justru boros. Publik melihat ini sebagai paradoks antara omongan dan tindakan,” cetus Eka.
Tak hanya menyorot eksekutif, HMI juga menyentil fungsi pengawasan DPRD Kuningan yang dianggap pasif. Menurutnya, legislatif terkesan hanya menjadi stempel formalitas kebijakan, bukan pengontrol yang kritis terhadap arah pembangunan.
“Kalau begini terus, masyarakat bisa kehilangan harapan. Kami tak segan turun ke jalan jika perlu untuk mengingatkan kembali arah pemerintahan ini,” ujarnya.
Kritik HMI menjadi sinyal peringatan dini bagi Pemerintah Kabupaten Kuningan. Kepercayaan publik bukan dibangun lewat baliho, seremoni, atau dokumentasi indah, tetapi melalui keberpihakan anggaran, keberanian membenahi masalah, dan keseriusan dalam memenuhi janji./Red