Tukar Guling Tanah Bengkok Garajati Diduga Ilegal, Kuwu Menghindar, BPD Mandul


KUNINGAN, (VOX) – Proyek pembangunan di atas tanah bengkok Desa Garajati, Kecamatan Ciwaru, terus berjalan meski proses tukar guling yang mendasarinya diduga sarat pelanggaran prosedur. Warga memprotes keras ketidakjelasan proses, namun pemerintah desa justru memilih bungkam.

Sejak awal, tidak ada sosialisasi terbuka kepada masyarakat. Istilah yang digunakan dalam tiga kali pertemuan pun berubah-ubah, dari Hak Guna Pakai, lalu Tukar Guling, kemudian kembali ke Hak Guna Pakai. Perubahan istilah yang tidak konsisten ini dituding sebagai bentuk pengelabuan terhadap warga.

“Ini membingungkan dan mencurigakan. Istilah gonta-ganti, pertemuan pun tidak pernah quorum,” ujar seorang warga.

Warga juga mengkritik keras sikap BPD yang dinilai lepas tanggung jawab. Alih-alih menjalankan fungsi kontrol, anggota BPD justru mengaku baru tahu adanya rencana tukar guling saat pertemuan pertama digelar. Ini memperkuat dugaan bahwa keputusan soal aset desa diambil secara tertutup dan elitis.

Yang lebih disesalkan, pembangunan di atas lahan yang dipersoalkan kini telah masuk tahap pondasi, padahal belum ada kejelasan hukum maupun kesepakatan sah dari masyarakat.

“Ini tanah desa, bukan milik pribadi kuwu atau kelompok tertentu. Kalau prosedurnya cacat, maka pembangunannya ilegal,” tegas salah satu tokoh pemuda setempat.

Upaya konfirmasi kepada Kuwu Garajati tidak membuahkan hasil. Panggilan telepon dan pesan WhatsApp tidak dijawab. Sikap bungkam ini semakin mempertebal kecurigaan publik bahwa ada yang sedang disembunyikan.

Kini, warga Garajati mendesak Inspektorat Kabupaten Kuningan dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kuningan untuk segera turun tangan. Mereka menuntut penghentian proyek sampai ada kepastian hukum dan keterbukaan informasi.

“Kalau ini dibiarkan, bukan tidak mungkin praktek-praktek serupa akan terjadi di desa lain. Pemkab harus berani bertindak!” seru salah satu warga yang hadir dalam aksi penolakan.

Kasus Garajati menjadi peringatan keras bahwa lemahnya transparansi dan pengawasan dalam pengelolaan aset desa bisa membuka ruang penyimpangan. Jika tidak ditangani serius, kepercayaan publik terhadap pemerintah desa akan makin terkikis./Red